pranoto mongso

Kamis, 11 November 2010



PASCA PANEN PADI
(Oriza Sativa)

Padi merupakan tanaman yang paling populer di Indonesia karena mayoritas penduduk Indonesia menggantungkan pemenuhan kebutuhan kalorinya dari beras. Kecamatan Parakan yang terletak di Kabupaten Temanggung juga merupakan salah satu tempat yang memiliki potensi untuk mengembangkan tanaman padi.Produk utama padi adalah beras, sedangkan produk sampingannya adalah jerami, bekatul dan menir (beras remuk yang kecil-kecil).

Beras bukan hanya sekedar komoditas pangan, tetapi juga merupakan komoditas strategis yang memiliki sensitivitas politik, ekonomi dan kerawanan sosial yang tinggi. Demikian tergantungnya masyarakat pada beras, maka sedikit saja terjadi gangguan produksi beras, maka pasokan menjadi terganggu dan harga jual meningkat.

Petani di daerah kita pada umumnya enggan melakukan penanganan pasca penen. Hal ini selain disebabkan karena kurangnya modal usaha yang berujung pada rasa ingin segera memasarkan hasil pertanian juga disebabkan karena kurangnya pengetahuan tentangan penanganan pasca panen itu sendiri. Penanganan hasil pertanian yang selama ini sering dilakukan petani hanyalah sekedar menjemur untuk menghilangkan kadar air yang terdapat di kulit luar produk itu sendiri, seperti padi, kacang tanah, jagung, kedelai dan lain-lain.


Panen
a. Saat Panen
Panen merupakan saat yang ditunggu-tunggu oleh setiap petani. Panen merupakan kegiatan akhir dari proses produksi di lapangan dan faktor penentu proses selanjutnya. Pemanenan dan penanganan pasca panen perlu dicermati untuk dapat mempertahankan mutu sehingga dapat memenuhi spesifikasi yang diminta konsumen. Penanganan yang kurang hati-hati akan berpengaruh terhadap mutu dan penampilan produk yang berdampak kepada pemasaran.

Sekitar sepuluh hari sebelum panen, sawah harus dikeringkan agar masaknya padi berlangsung serentak. Selain itu, keringnya sawah akan lebih memudahkan pemanenan. Pemanenan padi harus dilakukan pada saat yang tepat. Panen yang terlalu cepat dapat menyebabkan kualitas butir gabah menjadi rendah, yaitu banyak butir hijau atau butir berkapur. Bila hal ini yang terjadi, nantinya akan diperoleh beras yang mudah hancur saat digiling. Sebaliknya, panen yang terlambat dapat menurunkan produksi karena banyak butir gabah yang sudah dimakan burung atau tikus.

Secara umum padi dikatakan sudah siap panen bila butir gabah yang sudah menguning sudah mencapai sekitar 80 % dan tangkainya sudah menunduk. Tangkai padi menunduk karena sarat dengan butir gabah bernas. Untuk lebih memastikan padi sudah siap panen adalah dengan cara menekan butir gabah. Bila butirannya sudah keras berisi maka saat itu paling tepat untuk dipanen.


b. Cara Panen
Secara tradisional, dahulu padi dipanen dengan ani-ani. Hanya saja panen dengan alat ani-ani tersebut agak lambat dan perlu banyak tenaga kerja sehingga tidak efisien. Agar panen dapat berlangsung cepat, alat yang digunakan adalah sabit. Dikatakan cepat karena hanya dengan empat tenaga kerja saja luas areal padi yang dapat dipanen dapat mencapai 2.500 m² untuk waktu setengah hari. Sementara panen dengan ani-ani memerlukan sepuluh tenaga kerja untuk areal yang sama, tetapi waktunya 2 hari. Panen dengan sabit ini hanya disisakan batang setinggi 20 cm dari permukaan tanah.

c. Perontokan
Setelah dipanen, gabah harus segera dirontokkan dari malainya. Tempat perontokan dapat langsung dilakukan di lahan atau di halaman rumah setelah diangkut ke rumah. Namun biasanya untuk menghemat waktu, seringkali perontokan dilakukan di lahan sawah.

Perontokan ini dapat dilakukan dengan perontok bermesin ataupun dengan tenaga manusia. Bila menggunakan mesin, perontokan dilakukan dengan menyentuhkan malai padi ke gerigi alat yang berputar. Sementara perontokan dengan tenaga manusia dilakukan dengan cara batang padi dipukul-pukulkan, malai padipun dapat diinjak-injak agar gabah rontok.

Untuk mengantisipasi agar gabah tidak terbuang saat perontokan maka tempat perontokan harus diberi alas dari anyaman bambu atau lembaran plastik tebal (terpal). Dengan alas tersebut maka seluruh gabah diharapkan dapat tertampung. Setelah dirontokkan, butir-butir gabah dikumpulkan di gudang penyimpanan sementara. Oleh karena tidak semua petani memiliki gudang sementara, pengumpulan dapat dilakukan di teras rumah atau bagian lain dari rumah yang tidak terpakai. Gabah tersebut tidak perlu dimasukkan dalam karung, tetapi cukup ditumpuk setinggi maksimal 50 cm.


Pasca Panen
a. Pengeringan

Agar menjadi tahan lama saat disimpan dan dapat digiling menjadi beras, maka gabah harus dikeringkan. Pengeringan gabah umumnya dilakukan di bawah sinar matahari. Gabah yang dikeringkan ini dihamparkan di atas lantai semen terbuka. Penggunaan lantai semen terbuka ini agar sinar matahari dapat secara penuh diterima gabah. Bila tidak memiliki halaman atau tempat terbuka yang disemen maka halaman tanah pun dapat dipakai untuk penjemuran. Namun, gabah perlu diletakkan pada alas anyaman bambu, tikar atau terpal. Hal ini dilakukan agar gabah tidak bercampur dengan tanah.

Lama jemuran tergantung iklim dan cuaca, bila cuaca cerah dan matahari bersinar penuh sepanjang hari, penjemuran hanya berlangsung sekitar 2–3 hari. Namun, bila keadaan cuaca terkadang mendung atau gerimis dan terkadang panas. Waktu penjemurannya dapat berlangsung lama, sekitar seminggu.

b. Penggilingan
Penggilingan dalam pasca panen padi merupakan kegiatan memisahkan beras dari kulit yang membungkusnya. Dahulu, sebelum dikenal mesin penggilingan padi, petani biasa melakukan penggilingan dengan menggunakan lumpang/lesung dan alu. Namun saat ini, seiring kemajuan jaman dan teknologi, petani lebi suka memanfaatkan jasa-jasa penggilingan baik yang keliling maupun yang menetap. Penggunaan mesin penggilingan padi terbukti lebih efisien dalam tenaga, waktu, dan biaya. Alat yang sering digunakan berupa hulle. Hasil yang diperoleh pada penggilingan dengan alat penggiling gabah ini sama dengan cara tradisional, yaitu pada tahap pertama diperoleh beras pecah kulit. Pada penggilingan tahap kedua, beras akan menjadi putih bersih.

c. Penyimpanan Beras
Beras organik yang sudah digiling secara tradisional maupun modern dapat langsung dipasarkan. Namun, karena umumnya beras tidak langsung dapat dipasarkan seluruhnya maka perlu ada tempat penyimpanan. Teknik penyimpanan beras harus diperhatikan agar kondisinya tetap bagus hingga saatnya akan dijual. Umumnya beras disimpan di gudang setelah dikemas dalam karung plastik berukuran 40 Kg atau 50 Kg. Pengemasan dalam karung ini dilakukan secara manual oleh petani. Bagian karung yang terbuka dijahit tangan hingga tertutup rapat.

Dalam gudang penyimpanan dapat saja beras diserang oleh hama bubuk. Biasanya hama bubuk ini menyerang beras yang tidak kering benar saat pengeringan. Hama bubuk tidak menyukai beras yang kering karena keras. Selain itu, hama bubuk pun menyukai tempat lembab sehingga ruangan gudang harus kering, yang dilengkapi dengan ventilasi udara.

Penumpukan karung berisi beras di dalam gudang pun harus ditata sedemikian rupa agar beras yang sudah lebih dahulu disimpan dapat mudah keluar lebih awal. Akan lebih baik lagi bila setiap karung diberi tanda khusus seperti tanggal penyimpanan.

d. Pemasaran
Ada dua cara pemasaran beras di Indonesia, pertama petani menjual langsung di lahan pada saat sudah siap panen kepada pedagang pengumpul yang disebut penebas. Penebas inilah yang akan memanen dan mengolahnya lebih lanjut menjadi beras. Kedua, petani sendiri yang memanen, mengeringkan, lalu menjualnya ke pedagang pengumpul, baik berupa gabah kering giling atau sudah menjadi beras. Penjualan beras biasanya dilakukan petani langsung kepada pedagang beras di pasar, dititipkan ke pasar swalayan atau dijual langsung ke konsumen.

Bila dijual langsung ke pedagang beras di pasar, keuntungan yang diperoleh hanyalah berupa uang kontan, kerugiannya adalah harga yang diperoleh tidak maksimal karena pedagangpun harus mengambil keuntungan saat dipasarkan lebih lanjut.

Bila dititipkan di pasar swalayan, keuntungan yang diperoleh berupa harga jual yang lebih tinggi. Hanya saja pembayarannya tidak dilakukan secara tunai, melainkan setelah beras tersebut laku terjual. Beras yang dititipkan dikemas dalam plastik yang sudah dilengkapi dengan label.

Bila dijual langsung ke konsumen, harganya memang sama dengan harga jual ke pasar swalayan, bahkan dapat lebih tinggi. Dari segi usaha cara ini kurang praktis karena petani harus mendatangi konsumen satu persatu.
(WD:2010)

Selasa, 09 November 2010

KKP GANTI IKAN MATI KORBAN MERAPI



KKP GANTI IKAN MATI KORBAN MERAPI

09/11/2010 - Kategori : Siaran Pers
No. B.128/PDSI/HM.310/XI/2010


Untuk memperbaiki sarana dan prasarana budidaya perikanan yang rusak akibat erupsi Merapi, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menyiapkan dana rehabilitasi bagi para pembudidaya ikan di Yogyakarta. Hal tersebut disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadel Muhammad saat melakukan peninjauan ke pembudidaya ikan lele di Boyolali dan pembudidaya ikan nila di Sleman kemarin. Adanya erupsi Merapi telah mengakibatkan kerugian tidak hanya bagi peternak dan petani, melainkan juga mengakibatkan kerugian bagi para pembudidaya ikan berupa kerusakan infrastruktur tambak dan kematian ikan.

Erupsi merapi yang menyemburkan debu dan material vulkanik lainnya mengakibatkan 70 kelompok pembudidaya dengan jumlah lebih 2751 orang mengalami kerugian. Menurut Fadel, sekitar 117 hektar kolam budidaya membutuhkan rehabilitasi segera agar dapat digunakan kembali menjadi lahan budidaya ikan. “Lebih dari 100 hektar lahan budidaya rusak akibat tertutup debu vulkanik merapi sehingga mengakibatkan jutaan ekor ikan di kolam dan tambak mati”, ujar Fadel.

Berdasarkan perhitungan KKP, kerugian sementara yang diderita para pembudidaya mencapai sekitar Rp. 25,9 Miliar. “saat ini produksi ikan terutama lele di DI Yogyakarta khususnya Boyolali mencapai lebih dari 15 ton per hari. Akibat bencana ini, produksi perikanan mengalami penurunan lebih dari 50 persen,” tambah Fadel. Untuk normalisasi tingkat produksi perikanan, maka dalam waktu dekat setelah erupsi Merapi berhenti, KKP akan segera melakukan rehabilitasi tambak-tambak dan kolam-kolam budidaya. Selain rehabilitasi lahan kolam seluas 114 ha, untuk memulihkan perekonomian di sektor budidaya ikan, para pembudidaya membutuhkan sedikitnya 11 juta ekor benih ikan dan lebih dari 1050 ton pakan ikan.

Pemberian bantuan terhadap pembudidaya ikan menunjukan bahwa KKP memiliki keberpihakan terhadap keberlangsungan budidaya ikan, tidak terkecuali masyarakat pelaku usaha perikanan yang terkena bencana alam. Sebelumnya, KKP juga telah menyiapkan anggaran sebesar Rp. 15 miliar untuk penanganan tsunami di Kepulauan Mentawai.



Jakarta, 8 November 2010
Kepala Pusat Data, Statistik, dan Informasi





Dr. Soen’an H. Poernomo, M.Ed


Narasumber

Dr. Ktut sugama
Plt. Dirjen Perikanan Budidaya (HP. 08129516895)
Dr. Soen’an H. Poernomo, M.Ed
Kepala Pusat Data, Statistik dan Informasi (HP. 08161933911)

Rumput Laut Jadi Sumber Energi





JAKARTA - Rumput laut akan menjadi sumber energi altematif selain sinar matahari dan komoditas pangan lainnya. Untuk itu, lahan dan teknologi pengembangan komoditas kelautan tersebut akan ditingkatkan.

"Rumput laut menjadi salah satu komoditas yang akan dikembangkan. Wilayah timur seperti Maluku cocok bagi rumput laut," kata Fadel Muhammad, menteri Kelautan dan Perikanan di Ambon, pekan lalu.

Fadel bersama wakil presiden Boediono mengunjungi Maluku akhir pekan lalu. Fadel juga menyerahkan paket bantuan wirausaha budidaya pemula se-nilai Rp 5,8 miliar.

Kepala Pusat,Data. Statistik, dan Informasi KKP Soenan Poernomo melalui keterangan tertulis mengatakan, rumput laut akan menjadi bahan bakar nabati utama di Indonesia. Selamaini rumput laut hanya digunakan sebagai bahan pangan dan kosmetik.

"Wilayah laut yang luas menguntungkan Indonesia. Kita akan tetap berusaha menjadi produsen rumput laut terbesar dunia setelah tahun," kata Soenan.

Dia mengatakan. Korean Institute of Technology (Khech) akan bekerja sama dengan Indonesia membuat model pemanfaatan rumput laut sebagai bahan bakar di Sulawesi Barat dan Bangka Belitung.

Pemerintah, kata Soenan, optimistis target peningkatan produksi rumput laut meningkat dari 2,6 juta ton tahun 2010 menjadi 10 juta ton tahun 2014.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Maluku Poli Kayhattu, di Ambon, seperti dikutip Antara mengatakan bantuan rumput laut itu merupakan program KKP guna mendorong kesejahteraan masyarakat pesisir.

"Penyaluran bantuan tersebut berdasarkan evaluasi pengembangan rumput laut di Maluku Tenggara Barat yang ternyata prospeknya strategis," kata Poli, (jjr)



Sumber : Investor Daily 09 November 2010,hal.8