pranoto mongso

Selasa, 21 Desember 2010

" P R A N O T O M O N G S O "



APAKAH DENGAN PERUBAHAN IKLIM DI SAAT INI RUMUS " PRANOTO MONGSO " MASIH BERLAKU ????

kebiasaan / titen / hafalan itulah kata yang tersirat dari benak kita, dari jaman dahulu kala telah berlaku suatu tatanan di bidang pertanian, baik ilmu bududaya, pola tanam maupun hama dan penyakit. keberadaan "kitab" yang sering dipakai dalam dasar budidaya tanaman ini telah berlangsung turun temurun dari nenek moyang dan ternyata ketepatan perkiraan yang mendekati " jitu " tetapi bahkan sangat dipercayai oleh banyak petani di tanah jawa pada khususnya.
dengan keadaan yang hampir berubah total dari tahun - tahun dahulu kala, maka jika dihubungkan dengan pranoto mongso yang ada tersebut sulit untuk diterapkan dalam sistem usaha tani disaat ini. dari beberapa petani yang ada, perhitungan - perhitungan dalam perkiraan untuk usaha tani.
dasar dalam menentukan usaha tani di prediksi dengan cara antara lain melihat potensi pasar baik dari kualitas maupun kuantitas, perkembangan produk - produk benih yang terjual banyak, dan bulan - bulan tertentu yang diperkirakan banyak diadakan acara - acara seremonial sesuai kepercayaan dan adat masyarakat setempat.
(mzt14n)

Sabtu, 11 Desember 2010

FORUM WANITA TANI "BAMBU RUNCING " PARAKAN JUARA 1 LOMBA TINGKAT KABUPATEN








Kelembagaan KWT yang ada di seluruh Kecamatan PARAKAN sejumlah 27 aktif yang mana tiap – tiap mempunyai usaha – usaha di sektor pertanian. Pengembangan kelembagaan ini berasal dari pembinaan – pembinaan yang dilakukan rutin oleh penyuluh wilayah masing – masing. Dengan kegiatan yang ada maka dibentuk suatu forum di tingkat Kecamatan dengan nama “ Bambu Runcing ” dengan dasar sebagai ciri khas Kecamatan Parakan.
Adanya Forum wanita tani ini sebagai pendukung Kelembagaan Pertanian karena dinilai telah eksis dan independen dalam berusahatani, khususnya dalam hal pengolahan hasil, industry rumah tangga, pemanfaatan lahan pekarangan dan lahan terlantar, dan sektor pemasaran hasil. Tujuan adanya forum wanita tani (FWT) adalah untuk saling belajar dan tukar menukar informasi. Di samping itu dengan adanya forum wanita tani tersebut diharapkan terbentuknya jaringan antar kelompok wanita tani yang telah dibina dan kelompok wanita tani di luar yang sudah ada.
seperti ditulis pada website resmi Kabupaten Temanggung, dalam acara lomba olahan jagung pulut, ketela pohon dan lomba merangkai bunga tingkat Kabupaten Temanggung bahwa Forum Wanita Tani " Bambu Runcing " Parakan mendapat juara dalam berbagai lomba.

informasi yang dapat diakses :
http://www.temanggungkab.go.id/detailberita.php?bid=596

40 RESEP OLAHAN JAGUNG DAN KETELA

TEMANGGUNG, Bertempat di Aula Sasana Benih Unggul Dintanbunhut Kabupaten Temanggung, Sabtu (4/12) dalam rangka memperingati Hari Jadi Kabupaten Temanggung dan Hari Ibu untuk meningkatkan kreatifitas wanita tani, Wanita Tani Kabupaten Temanggung mengadakan Lomba Penganekaragaman makanan olahan dari bahan Ketela dan Jagung pulut serta merangkai bunga dari bunga kebun.
Dalam sela-sela meninjau hasil olahan dari Jagung pulut dan ketela Bupati Temanggung Drs. Hasyim Afandi berpesan kepada peserta kita bisa menciptakan aneka kreasi masakan baik dari bahan jagung pulut dan ketela selanjutnya harus dipikirkan bagaimana pemasarannya. Diharapkan apa yang telah di hasilkan dapat menambah pendapatan dan meningkatkan kesejahteraan keluarga.
Ketua Forum Wanita Tani Ibu Sukesi menyampaikan bahwa terbentuknya Forum wanita tani pada tanggal 8 agustus 2007 hanya beranggotakan 30 orang dan sampai sekarang sudah 60 orang dari 20 kecamatan. Pada awalnya pertemuan ibu-ibu bergabung dengan pertemuan bapak-bapak. Dengan bimbingan dari Bapeluh kemudian mengadakan pertemuan sendiri dengant tujuan untuk meningkatkan pendapatan melalui pengolahan hasil pertanian dan peternakan. Selanjutnya setiap 2 bulan sekali diadakan pertemuan dengan berbagai kegiatan seperti memasak, pengetahuan tentang pengemasan yang bagus, ijin usaha, dan pemasaran. Dan apa yang dihasilkan dari beberapa pertemuan dapat dilihat dalam lomba dan bazar yang dilaksanakan saat ini.
Sedangkan Ibu Istiadah selaku panitia melaporkan bahwa lomba olahan dari jagung pulut dan ketela dan merangkai bunga diikuti perwakilan dari 20 kecamatan. Untuk masakan yang dinilai meliputi komposisi bahan, cita rasa, kreatifitas dan penampilan sedangkan untuk lomba merangkai bunga keserasianm komposisi bunga, kebersihan, keindahan dan ketepatan waktu.
Juri Lomba berasal dari PKK Kabupaten, Dharma Wanita Bapeluh dan Ketahanan Pangan, dan Bapermades. Disampaikan Ketua Juri Ny. Ir Hardyat Heru Sasongko, hasil yang diolah cukup menarik, enak dan berfariasi walaupun dalam lomba olahan masih banyak bahan campuran dan bahan dasar lokal yang tidak ada serta untuk merangkai bunga masih kurang dalam komposisi dan sudut pandang yang belum direncanakan.
”Kedepannya PKK Kabupaten siap untuk membimbing kelompok wanita tani yang berminat manambah pengetahuannya” tambahnya.
Pada acara lomba kali ini tercipta 20 resep olahan dari jagung dan 20 resep olahan dari bahan ketela. Antara lain hasil olahan tersebut kue paha jagung, Donat jagung, Geplak, Krawu, Jenang, Bolu, Krawu, Rolade, Dadar lemper Lapis, Rolade. Kroket, Cake , Singnas ceri, Prol Tape, Pastel sampe dengan Pizza Mocal.
Kejuaraan lomba kali ini terdiri dari juara 1, 2, 3 dan harapan 1 dan 2. untuk Lomba Bahan Olahan dari Ketela juara 1 dari kecamatan Tembarak disusul Kecamatan Pringsurat, Kecamatan Kranggan, Kecamatan Wonoboyo dan Kecamatan Kedu. Untuk olahan dari Jagung Juara 1 dari Kecamatan Parakan disusul dari kecamatan Kranggan, Kecamatan Wonoboyo, Kecamatan Jumo dan Kecamatan Tretep. Sedangkan untuk juara merangkai bungan juara 1 dari Kecamatan Tretep disusul kecamatan Kledung, Jumo Tlogomulyo dan selanjutnya harapan 2 Kecamatan Parakan.

WDitut)

FORUM WANITA TANI "BAMBU RUNCING " PARAKAN




PROFIL FWT BAMBURUNCING
Kecamatan Parakan wilayahnya sebagian terletak di lereng Gunung Sindoro dan lereng Gunung Sumbing dan sebagian besar terletak terhampar persawahan dan tegalan serta sungai-sungai sebagai pengairan dan jalan-jalan transportasi untuk kegiatan usaha baik bidang pertanian dan perdagangan lainnya. Adapun batas-batas wilayah Kecamatan Parakan sebagai berikut : - Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Ngadirejo - Sebelah timur berbatasan dengan Kec. Kedu & Jumo, - Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Bulu - Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Kledung & Bansari.
Wilayah kerja Balai Penyuluhan Pertanian Perikanan Dan Kehutanan Kecamatan Parakan (BP3K Parakan) Kecamatan Parakan terletak di lereng Gunung Sundoro dan Gunung Sumbing dengan ketinggian tempat berkisar antara 500 s/d 1.200 meter diatas permukaan laut. Ketinggian 800-1.200 m dpl di wilayah Desa Glapansari. Ketinggian 600-800 m dpl di Desa Sunggingsari. Ketinggian 500-600 m dpl di Desa caturanom, Watukumpul. Ketinggian dibawah 500 m dpl di Kelurahan Parakan Wetan, Parakan Kauman, Desa Ringinanom, Desa Dangkel, Desa mandisari, Desa Tegalroso, Desa Traji, Desa Bagusan, Desa Nglondong, Desa Campursalam, Desa Wanu Tengah.
Kelembagaan KWT yang ada di seluruh Kecamatan sejumlah 27 aktif yang mana tiap – tiap mempunyai usaha – usaha di sektor pertanian. Pengembangan kelembagaan ini berasal dari pembinaan – pembinaan yang dilakukan rutin oleh penyuluh wilayah masing – masing. Dengan kegiatan yang ada maka dibentuk suatu forum di tingkat Kecamatan dengan nama “ Bambu Runcing ” dengan dasar sebagai ciri khas Kecamatan Parakan.
Adanya Forum wanita tani ini sebagai pendukung Kelembagaan Pertanian karena dinilai telah eksis dan independen dalam berusahatani, khususnya dalam hal pengolahan hasil, industry rumah tangga, pemanfaatan lahan pekarangan dan lahan terlantar, dan sektor pemasaran hasil. Tujuan adanya forum wanita tani (FWT) adalah untuk saling belajar dan tukar menukar informasi. Di samping itu dengan adanya forum wanita tani tersebut diharapkan terbentuknya jaringan antar kelompok wanita tani yang telah dibina dan kelompok wanita tani di luar yang sudah ada.
Dengan adanya pembentukan forum wanita tani tingkat Kecamatan maka akan mempercepat transfer teknologi & penggunaan teknologi di masyarakat disesuaikan dengan teknologi apa yang dipakai sehari-hari dalam usaha taninya di sektor - sektor pertanian. Dengan jalan membandingkan teknologi baru dan lama/ lokal lalu dinilai dengan prosentase, sehingga bisa diketahui tingkat teknologi yang diserap. Penggunaan teknologi untuk meningkatkan produktivitas ditempuh melalui program intensifikasi usaha demi mendukung ketahanan pangan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama yang berusaha sektor pertanian di Kecamatan Parakan. (MZT14N)

SUSUNAN PENGURUS
FWT BAMBURUNCING PARAKAN
KETUA I : ARIYATI
KETUA II : DEWI ISTANTI
SEKRETARIS I : SITI KHOIRIYAH
SEKRETARIS II : SURATMI
BENDAHARA I : HENI PUJI RAHAYU
BENDAHARA II : FITRI ANINGSIH
SIE SDM : MARTIN PUJI LESTARI
RODHIATUN
ASRIKHAH
SIE PEMASARAN : KIRTI TARBIYAH
ISTIADAH
SITI ROHANAH
SIE USAHA : SOIMAH
WIDAYANTI
SIE KEORGANISASIAN : WAKHIDAYAH
MARFUAH
KUN MARYATI
SIE HUMAS : SRIYATI
ENDANG ERNAWATI
SUTANTI

Kamis, 11 November 2010



PASCA PANEN PADI
(Oriza Sativa)

Padi merupakan tanaman yang paling populer di Indonesia karena mayoritas penduduk Indonesia menggantungkan pemenuhan kebutuhan kalorinya dari beras. Kecamatan Parakan yang terletak di Kabupaten Temanggung juga merupakan salah satu tempat yang memiliki potensi untuk mengembangkan tanaman padi.Produk utama padi adalah beras, sedangkan produk sampingannya adalah jerami, bekatul dan menir (beras remuk yang kecil-kecil).

Beras bukan hanya sekedar komoditas pangan, tetapi juga merupakan komoditas strategis yang memiliki sensitivitas politik, ekonomi dan kerawanan sosial yang tinggi. Demikian tergantungnya masyarakat pada beras, maka sedikit saja terjadi gangguan produksi beras, maka pasokan menjadi terganggu dan harga jual meningkat.

Petani di daerah kita pada umumnya enggan melakukan penanganan pasca penen. Hal ini selain disebabkan karena kurangnya modal usaha yang berujung pada rasa ingin segera memasarkan hasil pertanian juga disebabkan karena kurangnya pengetahuan tentangan penanganan pasca panen itu sendiri. Penanganan hasil pertanian yang selama ini sering dilakukan petani hanyalah sekedar menjemur untuk menghilangkan kadar air yang terdapat di kulit luar produk itu sendiri, seperti padi, kacang tanah, jagung, kedelai dan lain-lain.


Panen
a. Saat Panen
Panen merupakan saat yang ditunggu-tunggu oleh setiap petani. Panen merupakan kegiatan akhir dari proses produksi di lapangan dan faktor penentu proses selanjutnya. Pemanenan dan penanganan pasca panen perlu dicermati untuk dapat mempertahankan mutu sehingga dapat memenuhi spesifikasi yang diminta konsumen. Penanganan yang kurang hati-hati akan berpengaruh terhadap mutu dan penampilan produk yang berdampak kepada pemasaran.

Sekitar sepuluh hari sebelum panen, sawah harus dikeringkan agar masaknya padi berlangsung serentak. Selain itu, keringnya sawah akan lebih memudahkan pemanenan. Pemanenan padi harus dilakukan pada saat yang tepat. Panen yang terlalu cepat dapat menyebabkan kualitas butir gabah menjadi rendah, yaitu banyak butir hijau atau butir berkapur. Bila hal ini yang terjadi, nantinya akan diperoleh beras yang mudah hancur saat digiling. Sebaliknya, panen yang terlambat dapat menurunkan produksi karena banyak butir gabah yang sudah dimakan burung atau tikus.

Secara umum padi dikatakan sudah siap panen bila butir gabah yang sudah menguning sudah mencapai sekitar 80 % dan tangkainya sudah menunduk. Tangkai padi menunduk karena sarat dengan butir gabah bernas. Untuk lebih memastikan padi sudah siap panen adalah dengan cara menekan butir gabah. Bila butirannya sudah keras berisi maka saat itu paling tepat untuk dipanen.


b. Cara Panen
Secara tradisional, dahulu padi dipanen dengan ani-ani. Hanya saja panen dengan alat ani-ani tersebut agak lambat dan perlu banyak tenaga kerja sehingga tidak efisien. Agar panen dapat berlangsung cepat, alat yang digunakan adalah sabit. Dikatakan cepat karena hanya dengan empat tenaga kerja saja luas areal padi yang dapat dipanen dapat mencapai 2.500 m² untuk waktu setengah hari. Sementara panen dengan ani-ani memerlukan sepuluh tenaga kerja untuk areal yang sama, tetapi waktunya 2 hari. Panen dengan sabit ini hanya disisakan batang setinggi 20 cm dari permukaan tanah.

c. Perontokan
Setelah dipanen, gabah harus segera dirontokkan dari malainya. Tempat perontokan dapat langsung dilakukan di lahan atau di halaman rumah setelah diangkut ke rumah. Namun biasanya untuk menghemat waktu, seringkali perontokan dilakukan di lahan sawah.

Perontokan ini dapat dilakukan dengan perontok bermesin ataupun dengan tenaga manusia. Bila menggunakan mesin, perontokan dilakukan dengan menyentuhkan malai padi ke gerigi alat yang berputar. Sementara perontokan dengan tenaga manusia dilakukan dengan cara batang padi dipukul-pukulkan, malai padipun dapat diinjak-injak agar gabah rontok.

Untuk mengantisipasi agar gabah tidak terbuang saat perontokan maka tempat perontokan harus diberi alas dari anyaman bambu atau lembaran plastik tebal (terpal). Dengan alas tersebut maka seluruh gabah diharapkan dapat tertampung. Setelah dirontokkan, butir-butir gabah dikumpulkan di gudang penyimpanan sementara. Oleh karena tidak semua petani memiliki gudang sementara, pengumpulan dapat dilakukan di teras rumah atau bagian lain dari rumah yang tidak terpakai. Gabah tersebut tidak perlu dimasukkan dalam karung, tetapi cukup ditumpuk setinggi maksimal 50 cm.


Pasca Panen
a. Pengeringan

Agar menjadi tahan lama saat disimpan dan dapat digiling menjadi beras, maka gabah harus dikeringkan. Pengeringan gabah umumnya dilakukan di bawah sinar matahari. Gabah yang dikeringkan ini dihamparkan di atas lantai semen terbuka. Penggunaan lantai semen terbuka ini agar sinar matahari dapat secara penuh diterima gabah. Bila tidak memiliki halaman atau tempat terbuka yang disemen maka halaman tanah pun dapat dipakai untuk penjemuran. Namun, gabah perlu diletakkan pada alas anyaman bambu, tikar atau terpal. Hal ini dilakukan agar gabah tidak bercampur dengan tanah.

Lama jemuran tergantung iklim dan cuaca, bila cuaca cerah dan matahari bersinar penuh sepanjang hari, penjemuran hanya berlangsung sekitar 2–3 hari. Namun, bila keadaan cuaca terkadang mendung atau gerimis dan terkadang panas. Waktu penjemurannya dapat berlangsung lama, sekitar seminggu.

b. Penggilingan
Penggilingan dalam pasca panen padi merupakan kegiatan memisahkan beras dari kulit yang membungkusnya. Dahulu, sebelum dikenal mesin penggilingan padi, petani biasa melakukan penggilingan dengan menggunakan lumpang/lesung dan alu. Namun saat ini, seiring kemajuan jaman dan teknologi, petani lebi suka memanfaatkan jasa-jasa penggilingan baik yang keliling maupun yang menetap. Penggunaan mesin penggilingan padi terbukti lebih efisien dalam tenaga, waktu, dan biaya. Alat yang sering digunakan berupa hulle. Hasil yang diperoleh pada penggilingan dengan alat penggiling gabah ini sama dengan cara tradisional, yaitu pada tahap pertama diperoleh beras pecah kulit. Pada penggilingan tahap kedua, beras akan menjadi putih bersih.

c. Penyimpanan Beras
Beras organik yang sudah digiling secara tradisional maupun modern dapat langsung dipasarkan. Namun, karena umumnya beras tidak langsung dapat dipasarkan seluruhnya maka perlu ada tempat penyimpanan. Teknik penyimpanan beras harus diperhatikan agar kondisinya tetap bagus hingga saatnya akan dijual. Umumnya beras disimpan di gudang setelah dikemas dalam karung plastik berukuran 40 Kg atau 50 Kg. Pengemasan dalam karung ini dilakukan secara manual oleh petani. Bagian karung yang terbuka dijahit tangan hingga tertutup rapat.

Dalam gudang penyimpanan dapat saja beras diserang oleh hama bubuk. Biasanya hama bubuk ini menyerang beras yang tidak kering benar saat pengeringan. Hama bubuk tidak menyukai beras yang kering karena keras. Selain itu, hama bubuk pun menyukai tempat lembab sehingga ruangan gudang harus kering, yang dilengkapi dengan ventilasi udara.

Penumpukan karung berisi beras di dalam gudang pun harus ditata sedemikian rupa agar beras yang sudah lebih dahulu disimpan dapat mudah keluar lebih awal. Akan lebih baik lagi bila setiap karung diberi tanda khusus seperti tanggal penyimpanan.

d. Pemasaran
Ada dua cara pemasaran beras di Indonesia, pertama petani menjual langsung di lahan pada saat sudah siap panen kepada pedagang pengumpul yang disebut penebas. Penebas inilah yang akan memanen dan mengolahnya lebih lanjut menjadi beras. Kedua, petani sendiri yang memanen, mengeringkan, lalu menjualnya ke pedagang pengumpul, baik berupa gabah kering giling atau sudah menjadi beras. Penjualan beras biasanya dilakukan petani langsung kepada pedagang beras di pasar, dititipkan ke pasar swalayan atau dijual langsung ke konsumen.

Bila dijual langsung ke pedagang beras di pasar, keuntungan yang diperoleh hanyalah berupa uang kontan, kerugiannya adalah harga yang diperoleh tidak maksimal karena pedagangpun harus mengambil keuntungan saat dipasarkan lebih lanjut.

Bila dititipkan di pasar swalayan, keuntungan yang diperoleh berupa harga jual yang lebih tinggi. Hanya saja pembayarannya tidak dilakukan secara tunai, melainkan setelah beras tersebut laku terjual. Beras yang dititipkan dikemas dalam plastik yang sudah dilengkapi dengan label.

Bila dijual langsung ke konsumen, harganya memang sama dengan harga jual ke pasar swalayan, bahkan dapat lebih tinggi. Dari segi usaha cara ini kurang praktis karena petani harus mendatangi konsumen satu persatu.
(WD:2010)

Selasa, 09 November 2010

KKP GANTI IKAN MATI KORBAN MERAPI



KKP GANTI IKAN MATI KORBAN MERAPI

09/11/2010 - Kategori : Siaran Pers
No. B.128/PDSI/HM.310/XI/2010


Untuk memperbaiki sarana dan prasarana budidaya perikanan yang rusak akibat erupsi Merapi, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menyiapkan dana rehabilitasi bagi para pembudidaya ikan di Yogyakarta. Hal tersebut disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadel Muhammad saat melakukan peninjauan ke pembudidaya ikan lele di Boyolali dan pembudidaya ikan nila di Sleman kemarin. Adanya erupsi Merapi telah mengakibatkan kerugian tidak hanya bagi peternak dan petani, melainkan juga mengakibatkan kerugian bagi para pembudidaya ikan berupa kerusakan infrastruktur tambak dan kematian ikan.

Erupsi merapi yang menyemburkan debu dan material vulkanik lainnya mengakibatkan 70 kelompok pembudidaya dengan jumlah lebih 2751 orang mengalami kerugian. Menurut Fadel, sekitar 117 hektar kolam budidaya membutuhkan rehabilitasi segera agar dapat digunakan kembali menjadi lahan budidaya ikan. “Lebih dari 100 hektar lahan budidaya rusak akibat tertutup debu vulkanik merapi sehingga mengakibatkan jutaan ekor ikan di kolam dan tambak mati”, ujar Fadel.

Berdasarkan perhitungan KKP, kerugian sementara yang diderita para pembudidaya mencapai sekitar Rp. 25,9 Miliar. “saat ini produksi ikan terutama lele di DI Yogyakarta khususnya Boyolali mencapai lebih dari 15 ton per hari. Akibat bencana ini, produksi perikanan mengalami penurunan lebih dari 50 persen,” tambah Fadel. Untuk normalisasi tingkat produksi perikanan, maka dalam waktu dekat setelah erupsi Merapi berhenti, KKP akan segera melakukan rehabilitasi tambak-tambak dan kolam-kolam budidaya. Selain rehabilitasi lahan kolam seluas 114 ha, untuk memulihkan perekonomian di sektor budidaya ikan, para pembudidaya membutuhkan sedikitnya 11 juta ekor benih ikan dan lebih dari 1050 ton pakan ikan.

Pemberian bantuan terhadap pembudidaya ikan menunjukan bahwa KKP memiliki keberpihakan terhadap keberlangsungan budidaya ikan, tidak terkecuali masyarakat pelaku usaha perikanan yang terkena bencana alam. Sebelumnya, KKP juga telah menyiapkan anggaran sebesar Rp. 15 miliar untuk penanganan tsunami di Kepulauan Mentawai.



Jakarta, 8 November 2010
Kepala Pusat Data, Statistik, dan Informasi





Dr. Soen’an H. Poernomo, M.Ed


Narasumber

Dr. Ktut sugama
Plt. Dirjen Perikanan Budidaya (HP. 08129516895)
Dr. Soen’an H. Poernomo, M.Ed
Kepala Pusat Data, Statistik dan Informasi (HP. 08161933911)

Rumput Laut Jadi Sumber Energi





JAKARTA - Rumput laut akan menjadi sumber energi altematif selain sinar matahari dan komoditas pangan lainnya. Untuk itu, lahan dan teknologi pengembangan komoditas kelautan tersebut akan ditingkatkan.

"Rumput laut menjadi salah satu komoditas yang akan dikembangkan. Wilayah timur seperti Maluku cocok bagi rumput laut," kata Fadel Muhammad, menteri Kelautan dan Perikanan di Ambon, pekan lalu.

Fadel bersama wakil presiden Boediono mengunjungi Maluku akhir pekan lalu. Fadel juga menyerahkan paket bantuan wirausaha budidaya pemula se-nilai Rp 5,8 miliar.

Kepala Pusat,Data. Statistik, dan Informasi KKP Soenan Poernomo melalui keterangan tertulis mengatakan, rumput laut akan menjadi bahan bakar nabati utama di Indonesia. Selamaini rumput laut hanya digunakan sebagai bahan pangan dan kosmetik.

"Wilayah laut yang luas menguntungkan Indonesia. Kita akan tetap berusaha menjadi produsen rumput laut terbesar dunia setelah tahun," kata Soenan.

Dia mengatakan. Korean Institute of Technology (Khech) akan bekerja sama dengan Indonesia membuat model pemanfaatan rumput laut sebagai bahan bakar di Sulawesi Barat dan Bangka Belitung.

Pemerintah, kata Soenan, optimistis target peningkatan produksi rumput laut meningkat dari 2,6 juta ton tahun 2010 menjadi 10 juta ton tahun 2014.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Maluku Poli Kayhattu, di Ambon, seperti dikutip Antara mengatakan bantuan rumput laut itu merupakan program KKP guna mendorong kesejahteraan masyarakat pesisir.

"Penyaluran bantuan tersebut berdasarkan evaluasi pengembangan rumput laut di Maluku Tenggara Barat yang ternyata prospeknya strategis," kata Poli, (jjr)



Sumber : Investor Daily 09 November 2010,hal.8

Senin, 25 Oktober 2010

pendampingan petani tembakau DBCHT 2010, komoditas ternak









LAPORAN PENDAMPINGAN
KEGIATAN
FASILITASI DBHCHT TAHUN 2010
KECAMATAN PARAKAN KABUPATEN TEMANGGUNG

AGRIBISNIS TERNAK SAPI DAN DOMBA



Disusun oleh :
Tim Penyuluh
Pendamping kegiatan DBHCHT
Kecamatan Parakan

BALAI PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN
KECAMATAN PARAKAN KABUPATEN TEMANGGUNG
2010
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN HASIL PENDAMPINGAN KEGIATAN
FASILITASI DBHCHT TAHUN 2010
KECAMATAN PARAKAN KABUPATEN TEMANGGUNG

AGRIBISNIS TERNAK SAPI DAN DOMBA

Parakan, Oktober 2010
Petugas Pendamping
No Nama/NIP Jabatan Tanda Tangan
1 Mahmud Efendi, A.Md Penyuluh Perikanan 1.



2 Tukul Santoso, S.Pt Penyuluh Pertanian 2.



3 Widyastuti Laraswarni, SP Penyuluh Pertanian 3.



4 Heri Sulistyo THL TBPP 4.




Mengetahui,
Koordinator
BP3K Kecamatan Parakan



MUKH YANI, STP, SPKP
NIP. 19631018 198709 1 002
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan karunianya kepada kami semua sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan hasil Pendampingan Kegiatan Fasilitasi DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil tembakau) Tahun 2010 , Kecamatan Parakan, Kabupaten Temanggung dengan komoditas Agribisnis Ternak sapi dan Domba.
Kegiatan DBHCHT yang merupakan salah satu program pemerintah di bidang pertanian untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Kegiatan ini meliputi pendampingan di empat komoditas yaitu : padi , ketela pohon, kopi dan ternak besar (sapid an domba). Kegiatan yang dilakukan dalam kegiatan ini berupa pelatihan bagi petani dan petugas, serta bantuan teknis cara-cara budidaya yang tepat.
Demikian Laporan hasil Pendampingan Kegiatan Fasilitasi DBHCHT Tahun 2010 , Kecamatan Parakan, Kabupaten Temanggung dengan komoditas Agribisnis Ternak sapi dan Domba ini kami buat.kami menyadari bahwa laporan yang kami buat ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan kedepannya, dan kami juga berharap semoga laporan yang kami sampaikan ini bisa berguna/bermmanffat bagi pembaca sekalian.


Parakan, Oktober 2010


Penyususn











DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
I.PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
B.MAKSUD DAN TUJUAN
II.LAPORAN
A.DATA POTENSI
B.ANALISA PELAKSANAAN KEGIATAN
C.EVALUASI KEGIATAN
III. KESIMPULAN
IV. PENUTUP

I.PENDAHULUAN



A. Latar Belakang

Permintaan pasar akan kebutuhan daging sebagai sumber protein hewani semakin meningkat seiring dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya nilai gizi dan kesehatan.Konsumsi protein hewani yang rendah pada anak-anak prasekolah dapat menyebabkan anak-anak yang berbakat normal menjadi subnormal. Oleh karena itu, protein hewani sangat menunjang kecerdasan, di sampig diperlukan untuk daya tahan tubuh.
Daging sangat besar manfaatnya bagi pemenuhan gizi berupa protein hewani. Sapi dan domba sebagai salah satu hewan pemakan rumput sangat berperan sebagai pengumpul bahan bergizi rendah yang diubah menjadi bahan bergizi tinggi, kemudian diteruskan kepada manusia dalam bentuk daging
Ternak, khususnya sapi dan domba merupakan salah satu sumber daya penghasil daging yang memiliki nilai ekonomi tinggi, dan penting artinya di dalam kehidupan masyarakat. Seekor atau sekelompok ternak bisa menghasilkan berbagai macam kebutuhan, terutama sebagai bahan makanan berupa daging, disamping hasil ikutan lainnya seperti pupuk kandang, kulit dan tulang.
Wilayah Kecamatan Parakan mempunyai potensi yang bagus untuk pengembangan ternak sapi mapun domba, oleh karena itu dilaksanakan kegiatan fasilitasi kelembagaan petani tembakau dengan komoditas ternak besar. Berdasarkan Surat keputusan Kepala Badan Pelaksanan Penyuluhan pertanian, Perikanan dan kehutanan nomor : 1884/021/2010 tentang Pembentukan Panitia Pelaksanan teknis Tingkat kecamatan Kegiatan Fasilitasi Kelembagaan petani Tembakau temanggung Tahun 2010, maka kami ditunjuk sebagai petugas pendamping untuk mendukung kelancaran kegiatan fasilitasi kelembagaan petani tembakau dengan komoditas ternak besar (sapid an domba).





B. Maksud dan Tujuan

Adapun kegiatan pendampingan dalam kegiatan Fasilitasi Kelembagaan petani khususnya pengembangan peternakan ini mempunyai tujuan :
1. Untuk mengetahui potensi peternakan di wilayah Kecamatan Parakan
2. Untuk mengetahui analisa keuntungan ternak besar yang dilaksanakan oleh petani
3. Untuk mengetahui tingkat adopsi teknologi peternakan oleh petani

II. LAPORAN


A. Data Potensi
Wilayah Kecamatan Parakan mempunyai potensi untuk kegiatan pengembangan di bidang peternakan terutama ternak besar seperti sapid an domba. Hal ini ditunjukkan dengan potensi pengembangan peternakan yang cukup besar, data potensi peternakan dapat dilihat pada Tabel 1 dan table 2 sebagai berikut :
(pada gambar diatas)

B. Analisa/pelaksanaan kegiatan
Dalam mengusahakan ternaknya , para peernak masih secara tradisional untuk itu dalam pendampingan yang kami lakukan kami sampaikan beberapa informasi baru yang meliputi :
1. Pemilihan bibit sapi dan domba yang baik
2. Pembuatan pakan tambahan (selain rumput)
3. Bangunan kandang,yang meliputi konstruksi dan letak bangunan kandang.
4. Pengetahuan tentang penyakit yang menyerang ternak sapi dan domba serta penangulangannya
5. Pemeliharaan dan perawatan sapid an domba (pemeliharaan dan perawatan ternak yang baru lahir, pemeliharaan ternak muda dan dewasa serta pemeliharaan pada induk bunting)
6. Prospek bisnis ternak, baik dari daging, kulitnya maupun dari limbah baik padat maupun cairnya.

Usaha peternakan khususnya ternak besar yang dilakukan diwilayah Kecamatan Parakan umumnya masih bersifat tradisional, maka penyuluh pendamping mempunyai peran yang penting dan sangat strategis. Diharapkan dengan adanya pendampingan yang baik ada perubahan pengembangan usaha budidaya ternak dengan melaksanakan budidaya dengan baik sesuai dengan teknologi yang diharapkan sehingga dapat meningkatkan pendapatan guna meningkatkan kesejahteraan petani.
Tabel 3 Analisa keuntungan budidaya ternak sapi
(tabel lihat gambar diatas)
C.Evaluasi
Budidaya ternak besar seperti sapi dan domba yang dilakukan oleh para peternak di Kecamatan Parakan masih tergolong tradisional,baik dalam hal pengadaan bibit, pemberian pakan, kesehatan ternak dan system pemeliharaan belum menggunakan teknologi. Bahkan dalam usaha pemeliharaan tersebut tana dilandasi ilmu pengetahuan. Hal ini karena bagi mereka ternak hanya sebagai usaha sampingan sekedar sebagai tambahan penghasilan.
Dengan adanya pendampingan maka informasi mengenai teknologi baru dapat sampai ke masyarakat dengan baik , untuk kemudian dapat diserap dan diaplikasikan oleh para peternak dalam kegiatan budidaya ternak. Namun tingkat adopsi informasi mengenai teknologi budidaya ternak besar oleh masyarakat masih rendah, antara lain disebabkan karena paradigm masyarakat bahwa ternak besar hanya untuk sampingan dan belum mengacu kepada usaha pokok. Selain itu masyarakat juga belum mengetahui hasil dari teknologi baru tersebut.




III. KESIMPULAN

Dari kegiatan pendampingan fasilitasi DBHCHT Tahun 2010 Kecamatan Parakan yang kami laksanakan, dapat diperoleh beberapa kesimpulan, antara lain :
1. Wilayah Kecamatan Parakan mempunyai potensi untuk pengembangan ternak sapi maupun domba, oleh karena itu dilaksanakan kegiatan fasilitasi kelembagaan petani tembakau dengan komoditas ternak besar.
2. Keuntungan yang dapat diperoleh dari budidaya ternak cukup besar, untuk ternak sapi berkisar Rp. 124.000/ekor/bulan sedangkan untuk ternak domba berkisar Rp. 50.000/ekor per bulan.
3. Tingkat adopsi informasi mengenai teknologi budidaya ternak besar oleh masyarakat masih rendah, antara lain disebabkan karena paradigm masyarakat bahwa ternak besar hanya untuk sampingan belum mengacu ke usaha pokok. Selain itu masyarakat juga belum mengetahui hasil dari teknologi baru tersebut.



IV. PENUTUP

Demikian Laporan Hasil pendampingan kegiatan Fasilitasi DBHCHT Agribisnis ternak sapi dan domba tahun 2010 Kecamatan parakan Kabupaten temanggung ini kami susun untuk dapat digunakan sebagaimana mestinya sebagai pertanggungjawaban secara tertulis mengenai pendampingan yang kami laksanakan. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan penyusunan selanjutnya.
(mzt14n)

Sabtu, 23 Oktober 2010

pendampingan petani tembakau DBCHT 2010, komoditas kopi




LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN HASIL PENDAMPINGAN KEGIATAN
FASILITASI DBHCHT TAHUN 2010
KECAMATAN PARAKAN KABUPATEN TEMANGGUNG

AGRIBISNIS KOPI

Parakan, Oktober 2010
Petugas Pendamping
No Nama/NIP Jabatan Tanda Tangan
1 MUKH YANI, STP, SPKP Penyuluh Pertanian 1.



2 DINI FILIYANTI, A.Md Penyuluh Kehutanan 2.



3 ERIFA KHADIDA THL TBPP 3.



4 RISTIAN PRIYO UTOMO THL TBPP 4.




Mengetahui,
Koordinator
BP3K Kecamatan Parakan


MUKH YANI, STP, SPKP
NIP. 19631018 198709 1 002



KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan karunianya kepada kami semua sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan hasil Pendampingan Kegiatan Fasilitasi DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil tembakau) Tahun 2010 , Kecamatan Parakan, Kabupaten Temanggung dengan komoditas kopi.

Demikian Laporan hasil Pendampingan Kegiatan Fasilitasi DBHCHT Tahun 2010 , Kecamatan Parakan, Kabupaten Temanggung dengan komoditas kopi ini kami buat. Kami menyadari bahwa laporan yang kami buat ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan kedepannya, dan kami juga berharap semoga laporan yang kami sampaikan ini bisa berguna/bermmanffat bagi pembaca sekalian.


Parakan, Oktober 2010


Penyusun



DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
I.PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
B.MAKSUD DAN TUJUAN
II.LAPORAN
A.DATA POTENSI
B.ANALISA PELAKSANAAN KEGIATAN
C.EVALUASI KEGIATAN
III. KESIMPULAN
IV. PENUTUP


I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Tanaman Kopi merupakan tanaman yang sangat familiar di lahan pekarangan penduduk pedesaan di Indonesia. Jika potensi dahsyat ini bisa kita manfaatkan tidaklah sulit untuk menjadikan komoditi ini menjadi andalan di sektor perkebunan.
Hanya butuh sedikit sentuhan teknis budidaya yang tepat, niscaya harapan kita optimis menjadi kenyataan khususnya di Kecamatan Parakan yang berusaha mewujudkan harapan bersama tersebut dengan paket panduan teknis dan produk tanpa melupakan Aspek K-3 yaitu kuantitas, kualitas dan kelestarian yang kini menjadi salah satu syarat persaingan di era globalisasi.
Beberapa hal yang menjadi pemikiran para petani kopi di Kecamatan Parakan antara lain petani kopi masih belum menguasai secara mantap pengelolaan kebun kopi. Beberapa faktor penyebab rendahnya kopi rakyat, diantaranya:
1. Hasil pemetikan tidak merata baik kemasan maupun besar butir kopi.
2. Sarana pengolahan belum memadai.
3. Peningkatan mutu belum mendapat imbalan kenaikan harga yang memadai.
Pada umumnya jenis kopi yang di hasilkan Indonesia adalah jenis robusta dan sisanya arabika yang di produksi oleh perkebunan besar. Sekitar 10% dari perdagangan kopi internasional merupakan kopi yang di hasilkan oleh Indonesia.
Dalam upaya meningkatkan mutu kopi Indonesia khususnya kopi rakyat terdapat beberapa faktor yang mendukung diantaranya :
1. Kopi merupakan sumber devisa dan menyangkut hajat hidup rakyat banyak sehingga kelestarian budidaya perlu dipertahankan bahkan ditingkatkan.
2. Meskipun sering terjadi fluktuasi harga tetapi harga komoditi ini mempunyai pemasaran yang baik.
Sedangkan faktor-faktor yang menghambat usaha peningkatan mutu kopi antara lain:
1. Pendidikan petani kopi pada umumnya masih rendah.
2. Petani pada umumnya menanam kopi hanya sebagai sambilan.
3. Prasarana dan sarana transfortasi masih belum memadai pada sebagian besar daerah penghasil kopi rakyat, sehingga biaya angkut menjadi tinggi dan sulit mengadakan komunikasi.
4. Kurangnya ketrampilan dan lemahnya modal.
5. Pemilikan tanah yang sempit.
B. Maksud dan Tujuan

Adapun kegiatan pendampingan dalam kegiatan Fasilitasi Kelembagaan petani khususnya pengembangan budidaya kopi ini mempunyai tujuan :
1. Untuk mengetahui potensi kopi di wilayah Kecamatan Parakan.
2. Untuk mengetahui tingkat adopsi teknologi petani kopi.
3. Untuk mengetahui produktivitas kopi di Kecamatan Parakan.


II. LAPORAN


A. Data Potensi
Wilayah Kecamatan Parakan mempunyai potensi untuk kegiatan pengembangan di sector perkebunan terutama komoditas kopi. Hal ini ditunjukkan dengan potensi komoditas kopi yang cukup besar, data potensi peternakan dapat dilihat pada Tabel 1 dan table 2 sebagai berikut :

Tabel 1. Data potensi komoditas kopi tahun 2010

No Varietas Luas areal (ha) Produksi Ton (ose)
TBM TM TT/TR Jumlah Jumlah Kg/Ha
1. Kopi Robusta 0,48 2,42 0,25 3,13 1,66 682,85
2. Kopi Arabika 0,79 6,81 - 7,60 6,70 865,21

B. Analisa/pelaksanaan kegiatan
Usaha perkebunan terutama komoditas kopi yang dibudidayakan di Kecamatan Parakan umumnya masih bersifat tradisional, maka penyuluh pendamping mempunyai peran yang sangat besar. Diharapkan dengan adanya pendampingan ini maka akan berpengaruh untuk meningkatkan system budidaya secara intensif, sehingga meningkatkan produksi tersebut.
C. Evaluasi
Dari Analisis pola budidaya kopi khususnya di Kecamatan Parakan maka didapati hal – hal sebagai berikut :
1. Kekuatan (Strengths)
a. Tersedianya berbagai paket teknologi dari mulai pra panen, panen dan pasca panen yang telah dikembangkan ke masyarakat petani pekebun.
b. Tersedianya keragaman produk kopi baik dalam bentuk regular coffee atau specialty coffee.
c. Masih terbukanya Peluang pengembangan Product development dalam bentuk kopi setengah jadi (roasted coffee) maupun kopi jadi (soluble dan instant coffee).
d. Ketersedian lahan dan agroklimat yang sesuai, khususnya pengembangan kopi Arabika.
e. Biaya produksi relatif lebih rendah.
2. Kelemahan (Weaknesses)
a. Rendahnya produktivitas kopi baik kopi Robusta maupun Arabika.
b. Belum proporsionalnya komposisi kopi Arabika dan Robusta. Pertanaman kopi Robusta mendominasi dibandingkan dengan kopi arabika, sedangkan permintaan kopi tinggi.
c. Terbatasnya ketersediaan lahan yang memadai.
d. Rendahnya kualitas/mutu kopi Indonesia.
e. Terbatas atau lemahnya kelembagaan petani dalam posisi rebut pasar (bergaining position).
f. Penerapan teknologi (agronomi, pasca panen dan pengolahan) yang masih amat terbatas
3. Peluang (Opportunities)
Peluang pasar kopi Indonesia khususnya dimasa mendatang masih cukup baik, dengan beberapa indikator sebagai berikut.
a. Distribusi supply dan demand kopi dipasaran. Diasumsikan bahwa, meskipun produksi dunia mengalami sedikit peningkatan, namun lebih diakibatkan adanya kecenderungan meningkatnya produksi kopi Robusta di wilayah Asia pasifik. Sedangkan kopi Arabika dirasakan beberapa tahun terakhir mengalami fluktuasi dan cenderung mengalami penurunan.
b. Perkembangan harga kopi dunia. Menurut ICO, perkembangan harga rata-rata kopi Arabika selalu lebih tinggi dibandingkan harga kopi Robusta, maka diasumsikan iasumsikan bahwa pengembangan agribisnis kopi Arabika memiliki kecenderungan yang lebih prospektif dibandingkan dengan Robusta.
c. Perkembangan konsumsi kopi dunia (terutama negara importir) cukup baik sehingga pasar dan permintaan baru akan terbuka.
4. Ancaman (Treaths)
a. Kecenderungan minum kopi yang semakin menurun karena banyaknya soft drink.
b. Penyimpangan Iklim. Perubahan iklim yang akhir-akhir ini sulit diperkirakan akan berdampak terhadap penyimpangan tipe iklim di suatu wilayah. Sementara tanaman kopi dalam stadia-stadia tertentu sangat rentan terhadap pengaruh kekurangan dan kelebihan air yang akan berakibat pada penurunan produksi.
c. Kelangkaan tenaga kerja. Angkatan kerja di pedesaan kurang berminat bekerja di perkebunan, hal ini dikarenakan tingkat upah yang diterima masih dirasakan relatif rendah.
d. Perkembangan produksi yang besar di negara lain (Vietnam) sangat tinggi menyebabkan persaingan pasar sangat tinggi.
5. Alternatif Strategi
1. Strategi
o Pengembangan area berdasarkan pada kesesuaian lahan dan mempertimbangan daya kompetitif dan komparatif
o Mengisi dan meningkatkan peluang pasar yang tersedia baik domestik maupun internasional serta mempertahankan pasar yang telah ada melalui berbagai upaya promosi baik dalam dan luar negeri termasuik mendukung agrowisata.
o pengembangan iklim usaha yang kondusif untuk investasi dibidang perkopian, khususnya berupaya kebijakan yang diterapkan secara konsisten dan berkesinambungan.
2. Strategi
o Optimalisasi ketersediaan dan pemanfaatan sarana dan prasarana yang diperlukan dalam mendukung peningkatan kualitas tanaman dan produk yang dihasilkan.
o Menumbuh kembangkan fungsi kelembagaan dan kemitraan yang berazaskan kebersamaan ekonomi.
o Optomalisasi usaha tani dalam luasan skala usaha dan ekonomis baik ditingkat petani maupun usaha menengah dan besar.
3. Strategi
o Penajaman wilayah potensial yang berkelayakan teknis dan tanaman dalam upaya meningkatkan produktivitas tanaman dan lahan.
o Mendukung pelestarian lingkungan yang berkelanjutan melalui perwujudan usaha perkebunan kopi yang ramah lingkungan (environmental friendly coffee).
4. Strategi
o Melakukan koordinasi dengan berbagai instansi terkait dalam rangka legalisasi produk-produk kopi spesial (specialty dan bio coffee) untuk mendapatkan nama dagang (trade mark) atau hak paten dari produk-produk yang bersangkutan.
o Sosialisasi penerapan sistem manajemen mutu (SNI, ISO,dll) diikuti dengan perbaikan melalui penerapan “reward” dan “punishment” terhadap pembelian produk.
o meningkatkan jaminan keamanan terhadap segala bentuk penjarahan, perambahan atau aktivita serupa lainnya.
6. Alternatif Kebijakan
Berangkat dari stategi diatas, maka kebijakan pengembangan kopi kedepan khususnya secara teknis dititikberatkan kepada.
1. Kebijakan Umum
o Membangun perkebunan kopi yang berkelanjutan.
o Mempertangguh daya saing komoditas melalui peningkatan mutu hasil dan efisiensi usaha.
o Peningkatan dan pengembangan SDM yang tangguh dan bermutu serta IPTEK yang tepat sesuai dengan kondisi masing-masing wilayah.
2. Kebijakan Teknis
o Kebijakan ini akan menentukan arah pengembangan kopi kedepan, dengan mengacu pada “market oriented”, yatu.
 Peningkatan produktivitas (tanaman dan lahan) serta mutu hasil melalui upaya intensifikasi, rehabilitasi, peremajaan dan diversifikasi pada areal yang telah ada dan diprioritaskan pada wilayah eks-proyek serta kawasan hutan dan DAS.
 Pengembangan komposisi kopi Robusta ke Arabika melalui upaya konversi lahan Robusta dengan ketinggian tempat di atas 1.000 m dpl, serta penanaman tanaman baru pada lahan-lahan yang berkelayakan teknis.
 Kelestarian dan pengembangan kopi spesial di lahan subur dengan ketinggian tempat di atas 1.000 m dpl.

III.KESIMPULAN


Adanya pendampingan dalam kegiatan Fasilitasi Kelembagaan petani khususnya pengembangan komoditas kopi dapat disimpulkan bahwa di Kecamatan Parakan berpotensi dikembangkan komoditas kopi terutama varietas Robusta dan Arabika. Produktivitas kopi diharapkan meningkat melalui penerapan teknologi dengan memperhatikan kualitas,kuantitas dan kontinuitas (3K).

IV. PENUTUP

Demikian Laporan Hasil pendampingan kegiatan Fasilitasi DBHCHT Agribisnis kopi tahun 2010 Kecamatan Parakan Kabupaten Temanggung ini kami susun untuk dapat digunakan sebagaimana mestinya sebagai pertanggungjawaban secara tertulis mengenai pendampingan yang kami laksanakan. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan penyusunan selanjutnya

(dari berbagai sumber:t14n)

Jumat, 22 Oktober 2010

KEGIATAN PENDAMPINGAN KOMODITAS PENDAMPING TEMBAKAU


I. PENDAHULUAN

Ketela pohon merupakan salah satu tanaman pangan yang potensial di beberapa daerah di Indonesia, termasuk Kecamatan Parakan Kabupaten Temanggung. Tanaman ini termasuk jenis tanaman tahunan karena produksinya yang cukup lama yaitu minimal 10 bulan baru bisa dipanen. Ketela pohon merupakan tanaman serba guna, karena semua bagian dari ketela pohon ini dapat dimanfaatkan. Akar ketela pohon yang berupa umbi dapat diolah menjadi aneka makanan dan dapat pula diambil sari patinya untuk tepung tapioka dan tepung mocaf pengganti gandum. Batang ketela pohon dapat dipergunakan sebagai kayu bakar dan daunnya dapat dimanfaatkan sebagai sayuran.



II. LAPORAN

A. DATA POTENSI
Tanaman ketela pohon di wilayah Kecamatan Parakan memang baru diusahakan sebagai tanaman pagar atau tanaman sela. Hal ini dikarenakan jenis tanahnya yang subur dan dapat ditanami dengan tanaman lain yang lebih menguntungkan seperti padi, cabe, atau jenis sayuran lainnya dengan masa tanam yang lebih singkat dan keuntungan yang lebih besar.
Berikut data potensi komoditas ketela pohon di Kecamatan Parakan pada tahun 2010 mulai bulan Januari sampai September 2010:( pada gambar tabel diatas )

B. ANALISA/PELAKSANAAN KEGIATAN
Kegiatan DBHCHT pada komoditas ketela pohon diharapkan mampu meningkatkan peran petani dalam mengembangkan program diversifikasi pangan. Di Kecamatan Parakan pada tahun 2009 telah dikembangkan ketela pohon jenis mekar manik seluas 5 ha yang tersebar di tiga desa, yaitu Desa Glapansari, Desa Sunggingsari, dan Desa Traji.
Pemilihan ketela pohon jenis mekar manik karena jenis ini memiliki produktivitas yang tinggi yaitu 90 ton/ha. Tanaman ini diharapkan mampu mencukupi kebutuhan bioetanol dan tepung mocaf sebagai pengganti gandum.

C. EVALUASI
- TINGKAT ADOPSI
Tingkat adopsi petani dalam pengembangan ketela pohon jenis mekar manik masih sedang (kurang lebih baru 50% petani yang mengembangkan ketela pohon jenis ini). Hal ini dikarenakan jenis mekar manik masih sangat baru, dan petani masih kesulitan dalam memperoleh bibit ketela ini.

- FISIK/PRODUKSI
Produksi ketela pohon jenis mekar manik yang telah ditanam petani di tiga desa, belum maksimal. Dari total luasan 5 ha, tanaman yang tumbuh optimal baru 50%, selebihnya mati dan mengalami kekerdilan sehingga kemungkinan poduksi ketela pohon tidak dapat maksimal. Tanaman ketela pohon jenis ini baru ditanam sekitar bulan Februari 2010, dan rencana panen nanti pada bulan Desember 2010.




III. KESIMPULAN

- Ketela pohon merupakan salah satu tanaman pangan yang cukup potensi untuk dikembangkan di Kecamatan Parakan khususnya di daerah-daerah yang potensi pengairannya kurang seperti Desa Glapansari, Desa Sunggingsari, Desa Bagusan dan Desa Traji sebelah utara.
- Kendala yang masih dihadapi dalam pengembangan tanaman ketela pohon adalah masalah pemasaran dan pengolahannya. Harga komoditas ketela pohon masih rendah apabila faktor waktu diperhitungkan, yaitu dalam waktu minimal 10 bulan dengan luasan 1 ha petani hanya mampu memanen ketela pohon seberat 3-4 ton/ha. Dengan asumsi harga ketela pohon Rp 500/kg maka petani hanya menerima uang sebanyak Rp 1.500.000,- dalam waktu 10 bulan.
- Apabila komoditas ketela pohon akan dikembangkan, maka cara penjualan ketela pohon harus lebih dimodifikasi lagi antara lain dengan cara ketela pohon diolah lebih lanjut (dibuat macam makanan olahan).



IV. PENUTUP

Demikian laporan hasil pendampingan kegiatan fasilitasi DBHCHT komoditas ketela pohon tahun 2010 Kecamatan Parakan Kabupaten Temanggung ini kami susun untuk dapat menjadi pemikiran lebih lanjut agar komoditas ini dapat dikembangkan lebih lanjut untuk mendukung ketahanan pangan di Kecamatan Parakan khususnya dan Kabupaten Temanggung pada umumnya.

Jumat, 15 Oktober 2010

Modal Wirausaha Pemula Disalurkan





Penyaluran paket perikanan budidaya bagi wirausaha pemula tahun 2010 digulirkan mulai pekan ini. Stimulus bagi wirausaha budidaya pemula itu mencakup bantuan benih, pakan, dan pembuatan kolam.
Sekretaris Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan Syamsuddin mengemukakan hal itu di Jakarta, Selasa (12/10).
Besar fasilitas modal usaha itu bervariasi, mulai dari Rp 6 juta hingga Rp 17,5 juta per paket Komoditas perikanan yang dikembangkan antara lain rumput laut, ikan lele, patin, bandeng, mas, nila, dan polikultur udang.
Tahun 2010, paket budidaya ditujukan bagi 273 kabupaten/ kota pada 33 provinsi. Total anggaran yang digulirkan pemerintah untuk paket perikanan budidaya bagi wirausaha pemula sebesar Rp 184,4 miliar. Total ada 2.410 paket. Paket-paket budidaya itu di antaranya budidaya ikan patin di kolam Rp 7,5 juta per paket, gurami Rp 7,5 juta per paket, serta rumput laut dan nila masing-masing Rp 6 juta per paket.
Selain itu, ada juga keramba jaring apung ikan patin Rp 17,5 juta per paket Paket dapat diberikan kepada perseorangan ataupun kelompok. "Bantuan ini diutamakan bagi sarjana Tetapi, tidak tertutup kemungkinan untuk nonsarjana jika di daerah itu jumlah sarjana yang berminat masih sedikit," ujarnya.
Penyaluran paket budidaya diserahkan sepenuhnya kepada daerah. Oleh karena itu, daerah diharapkan menyiapkan rencana definitif kebutuhan kelompok serta menentukan kelompok pembudidaya, lokasi budidaya, ataupun tender untuk pengadaan sarana produksi.Saat ditanya soal pengawasan, Syamsuddin mengatakan, pihaknya telah membentuk tim terpadu monitoring dan evaluasi kelautan dan perikanan yang melibatkan semua direktorat jenderal di KKP.
Secara terpisah, Dekan Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor Arif Satria mengemukakan, paket perikanan budidaya bagi sarjana selayaknya diperuntukkan bagi sarjana yang memiliki kemauan dan kemampuan budidaya.Tanpa bekal kemampuan, dikhawatirkan program itu berpotensi gagal," ujar Arif. Program wirausaha budidaya, kata Arif, seharusnya dimanfaatkan oleh perguruan tinggi sebagai peluang mencetak wirausaha baru.
Di sisi lain, diperlukan upaya melibatkan perusahaan swasta untuk akses pemasaran produk perikanan budidaya tersebut agar bisa mendapatkan jaminan pasar. (LKT)



Sumber: Kompas, 13 Oktober 2010 Hal. 17

Jumat, 24 September 2010

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2010/2011 DI INDONESIA


PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2010/2011 DI INDONESIA
[31/8/2010]


Prakiraan Musim Hujan 2010/2011 ini memuat informasi Prakiraan Awal Musim Hujan 2010/2011, Perbandingan antara Prakiraan Awal Musim Hujan 2010/2011 terhadap Rata-Rata atau Normalnya selama 30 tahun (1971-2000), dan Prakiraan Sifat Hujan selama periode Musim Hujan 2010/2011.
Berdasarkan pengelompokan pola distribusi curah hujan rata-rata bulanan di seluruh wilayah Indonesia, maka secara klimatologis wilayah Indonesia terdiri atas :

a. Daerah-daerah yang mempunyai batas yang jelas antara periode musim hujan dan
periode musim kemarau, yang selanjutnya disebut daerah Zona Musim ( ZOM )
b. Daerah-daerah yang tidak mempunyai batas yang jelas antara periode musim hujan
dan musim kemarau, yang selanjutnya disebut daerah Non Zona Musim (Non ZOM)

Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data periode 30 tahun (tahun 1971 – 2000), wilayah Indonesia terdiri atas 220 Zona Musim (ZOM), yaitu Sumatera 26 ZOM, Jawa 94 ZOM, Bali 13 ZOM, Nusa Tenggara Barat 14 ZOM, Nusa Tenggara Timur 20 ZOM, Kalimantan 16 ZOM, Sulawesi 22 ZOM, Kepulauan Maluku 8 ZOM dan Papua 7 ZOM.

Prakiraan Musim Hujan 2010/2011 ini selain memuat informasi Prakiraan Musim Hujan 2010/2011 untuk 220 ZOM, juga menyajikan informasi Prakiraan Curah Hujan Periode Oktober 2010 – Maret 2011 untuk 73 daerah di luar Zona Musim (Non ZOM).

Selanjutnya, di dalam Prakiraan Musim Hujan 2010/2011 ini disajikan pula informasi estimasi luas areal persawahan berkaitan dengan Prakiraan Musim Hujan 2010/2011, baik terhadap Prakiraan Awal Musim Hujan 2010/2011 maupun terhadap Sifat Hujannya.
sumber :

Rabu, 08 September 2010

KKP JAMIN KETERSEDIAAN IKAN SELAMA LEBARAN

KKP JAMIN KETERSEDIAAN IKAN SELAMA LEBARAN

01/09/2010 - Kategori : Siaran Pers
No. B.100/PDSI/HM.310/VIII/2010

KKP JAMIN KETERSEDIAAN IKAN SELAMA LEBARAN

Stok ikan menjelang, pada saat dan sesudah lebaran dinilai dapat mencukupi kebutuhan masyarakat. Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadel Muhammad dalam acara Chief Editors Meeting di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) hari ini (31/8) menyatakan, kecukupan ikan selama lebaran dikarenakan sebagian besar pedagang ikan telah menyiapkan persediaan ikan pada cold storage untuk menghindari terjadinya kenaikkan permintaan dan berkurangnya pasokan ikan. seperti di beberapa kota terjadi peningkatan penawaran untuk produk olahan kaleng di Serang, Bandung dan Yogyakarta.

Menurut Fadel, selama bulan ramadhan, suplai ikan segar maupun olahan dari nelayan, pembudidaya dan pengolah ikan ke pasar tradisional maupun modern, mengalami penurunan. Fadel mencontohkan ketersedian ikan di pasar Jakarta, Serang, dan Bandung cenderung menurun 20 hingga 30 persen namun dapat mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pada saat lebaran. Sedangkan untuk pasar Surabaya, Semarang, & Yogyakarta masih relatif aman dan stabil. Stabilitas ketersediaan ikan pada saat lebaran tidak lepas dari dominasi daging dan ayam sebagai menu untuk peringatan hari raya keagamaan tersebut.

“Ikan masih belum menjadi menu pilihan pada saat lebaran, sehingga kampanye gemar makan ikan harus terus dilakukan di berbagai daerah”, tambah Fadel. Apabila dibandingkan dengan menu lainnya seperti daging yang memerlukan ritual khusus dalam penyembelihan, ikan secara nutrisi lebih unggul serta sesuai untuk balita hingga manula. Ketersediaan omega 3, 6, dan 9 pada ikan memberikan beberapa manfaat seperti: tumbuh kembang bayi lebih cepat, anak balita lebih aktif dan cerdas, serta terhindar dari beberapa penyakit. Ikan juga membutuhkan hanya sedikit energi untuk memasaknya, berbeda dengan daging yang membutuhkan lebih banyak energi. Segmen ikan juga beragam, artinya ikan dapat memenuhi berbagai kelompok masyarakat. Disamping itu, ikan tersedia sepanjang tahun di seluruh wilayah Indonesia, sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan telah berkembang serta harga beberapa jenis ikan relatif lebih murah dari daging sapi. “Daging sapi kan masih belum swasembada, dengan sentra produksi yang masih terbatas maka Indonesia saat ini masih mengimpor 30 persen kebutuhan sapi dalam negeri”, tambah Fadel.

Tahun 2009 lalu sekitar 80 ribu ton daging sapi atau senilai US$ 480 juta diimpor ke Indonesia. Pada tahun 2008, Indonesia merupakan importir sapi terbesar bagi Australia. Apabila dibandingkan dengan produk perikanan, Indonesia masih tergolong sebagai negara eksportir ikan, meskipun nilainya masih dibawah Thailand dan Vietnam. Untuk impor produk perikanan pada tahun 2009, meski cenderung mengalami peningkatan, namun volumenya masih berada dibawah 5 persen dari kebutuhan domestik atau sekitar 144 ribu ton. Secara nasional konsumsi bahan pangan hewani berbahan perikanan lebih dari 50 persen dibandingkan komoditas lainnya (daging mamalia, daging unggas, telur, dan susu).

Meningkatkan konsumsi ikan nasional berperan penting dalam penyediaan sumber protein hewani. Secara tidak langsung program ini juga dapat meningkatkan ketahanan pangan dan kemandirian pangan, sehingga dapat menghindari ketergantungan pada pihak asing. Dalam rangka meningkatkan konsumsi ikan di bulan ramadhan, Kementerian Kelautan dan Perikanan melaksanakan bazaar dan peduli ramadhan, diantaranya di Bandung, Bogor, Banten, Jakarta, Surabaya, Gresik, dan Semarang.

Akhirnya kiranya ikan merupakan solusi yang tebaik untuk food security maupun nutrition security. Disamping kita dapat mempertimbangkan dibulan ramadhan ini, bahwa ikan adalah merupakan makanan yang pasti halal, dan disebut dalam Al-Qur’an sebagai hidangan yang lezat dan segar (An-Nahl:14 dan Al-Maidah:96).



Jakarta, 31 Agustus 2010
Kepala Pusat Data, Statistik, dan Informasi







Dr. Soen’an H. Poernomo, M.Ed

Narasumber

1. Prof. Dr. Martani Husaini
Direktur Jenderal P2HP (HP. 0811119705)
2. Dr. Soen’an H. Poernomo, M.Ed.
Kepala Pusat Data, Statistik dan Informasi (HP. 08161933911)

Rabu, 01 September 2010

Strategi Menghadapi Dampak Fenomena Iklim

tanpa bermaksud pornografi, pornoaksi, tetapi ini
bukti dampak nyata perubahan iklim!!!!!



Strategi Menghadapi Dampak Fenomena Iklim

Keadaan alam saat ini telah mengalami perubahan sehingga berpengaruh bagi kehidupan, berbagai sektor yang terpengaruh oleh alam antara lain pertanian. sebagai dampaknya maka terjadi perubahan pola tanam dan penentuan komoditas pertanian yang akan dibudidayakan oleh petani. sebagai contoh di Kecamatan Parakan Temanggung telah terjadi perubahan komoditas seperti yang tadinya menanam tembakau, sekarang mulai berubah menanam komoditas sayuran seperti cabai, tomat, kobis, dll. walaupun masih ada petani yang fanatik menanam tembakau.

Pada kondisi iklim ekstrim, curah hujan secara nyata jauh diatas normal (AN) atau dibawah normal (BN), baik jumlah maupun lama (durasi), serta awal dan akhir musim. Berdasarkan pengalaman, pengaruh kejadian iklim ekstrim seringkali menyebabkan pergeseran awal tanam dan penurunan luas areal tanam, kekeringan, gagal panen dan penurunan produksi pangan, serta menstimulasi ledakan (outbreak) beberapa OPT utama tanaman, seperti tikus, penggerek batang, wereng coklat dan tungro.

Pengalaman yang berulang kali terjadi, hampir tidak pernah dapat diantisipasi secara efektif, hal ini disebabkan karena system prediksi yang belum efektif, juga disebabkan oleh keterbatasan informasi dan pedoman serta system penyampaian informasi yang belum memadai.

Upaya pengamanan produksi pangan akibat fenomena iklim ekstrim dapat bersifat mitigatif, yang meliputi tahapan antisipatif, penanggulangan dan pemulihan. Kemajuan dan perkembangan system analisis dan teknologi prediksi iklim yang sangat pesat, memungkinkan tindakan antisipasi sebagai upaya paling efektif dapat dilakukan. Namun demikian, tindakan yang bersifat mitigatif akan lebih efisien untuk tahapan-tahapan antisipasi, penanggulangan maupun pemulihan ke depan.

Fenomena, Dinamika dan Dampak Iklim Ekstrim

Wilayah Indonesia secara umum memiliki tiga pola hujan (Boerema, 1938), yaitu pola monsoon (puncak musim hujan terjadi sekitar bulan Desember/Januari), pola ekuatorial (dicirikan oleh dua puncak musim hujan yaitu sekitar Maret dan Oktober), dan pola lokal (puncak musim hujan terjadi sekitar bulan Juli/Agustus). Pola lokal merupakan kebalikan dari pola monsoon.

{mosimage} Kejadian iklim ekstrim yang terjadi di Indonesia lebih disebabkan karena terjadinya fenomena global (seperti ENSO di kawasan lautan Pasifik dan IOD di lautan India). Indikator yang digunakan untuk mengetahui apakah fenomena ini sedang berlangsung atau tidak ialah kondisi penyimpangan (anomali) suhu muka laut dari nilai rata-rata di wilayah NINO-3.4.

Untuk memahami dampak kejadian iklim ekstrim di sektor pertanian, khususnya tanaman pangan, perlu pemahaman sifat dari kejadian iklim ekstrim tersebut, diantaranya waktu, intensitas, dan frekwensi kejadiannya, termasuk pola tanam, jenis tanaman dan sistem pengelolaannya.

Petani tanaman pangan seringkali menggunakan indikator masuknya musim hujan dari kejadian hujan. Apabila waktu sudah memasuki bulan-bulan hujan dan kemudian terjadi hujan 1 – 2 hari berturut-turut biasanya petani sudah menganggap musim hujan sudah mulai dan kegiatan penanaman mulai dilakukan. Namun, pada kondisi tertentu, hujan yang terjadi tersebut bisa bersifat tipuan saja (false rain), karena kemudian diikuti oleh tidak ada hari hujan selama kurun waktu yang cukup panjang (lebih dari dua dasarian) atau yang disebut dengan long dry spell. Akibat dari kondisi ini, petani yang sudah terlanjur tanam akan terkena kekeringan. Seperti yang disebutkan diatas, kondisi ini juga bisa terjadi pada pertengahan musim hujan yang disebut dengan ”season break”. Kejadian ini sering terjadi di wilayah kawasan timur Indonesia.

Pertanaman yang terkena kekeringan terjadi pada musim kemarau adalah akibat dari musim hujan yang berakhir lebih cepat atau akibat dari menurunnya tingkat curah hujan pada musim kemarau jauh di bawah normal. Pada umumnya kejadian kekeringan tersebut lebih luas apabila dibandingkan dengan kekeringan yang diakibatkan oleh kejadian false rain atau season break. Kondisi seperti yang sudah diuraikan diatas biasanya terjadi pada saat fenomena El-Nino berlangsung, dan kekeringan yang terjadi sebagai akibat curah hujan bersifat di bawah normal (BN), sehingga ketersediaan air tidak mencukupi untuk mendukung pertumbuhan tanaman selanjutnya. Kejadian kekeringan semacam ini tidak hanya terjadi di sawah tadah hujan tetapi juga di sawah beririgasi, khususnya yang berada di wilayah irigasi bagian ujung (Golongan III dan IV).

Besar kecilnya dampak kejadian iklim ekstrim terhadap produksi tanaman pangan sangat bergantung pada sifat dari kejadian iklim ekstrim tersebut, yaitu yang menyangkut waktu terjadinya, intensitas dan lamanya.Apabila terjadinya pada saat fase pertumbuhan tanaman sensitif terhadap cekaman iklim maka dampaknya tidak akan besar walaupun lama berlangsungnya kejadian ekstrim tersebut hanya sebentar. Sebaliknya apabila terjadi pada fase pertumbuhan yang tidak sensitif, maka dampaknya tidak akan besar, kecuali bila kondisi ekstrim tersebut berlangsung lama sehingga melewati batas toleransi tanaman. Uraian ini menunjukkan bahwa sifat kejadian iklim ekstrim, bentuk pola tanam dan teknologi budidaya yang digunakan merupakan faktor utama yang menentukan besar kecilnya dampak. Namun demikian, kondisi infrastruktur dan ketersediaan sarana prasarana penunjang, kesiapan kelembagaan dalam melakukan langkah antisipasi juga menentukan tingkat besar kecilnya dampak.

Tingkat dampak yang ditimbulkan ditentukan beberapa hal, diantaranya sifat kejadian iklim ekstrim, dan hubungan sifat kejadian iklim ekstrim dan kejadian kekeringan dan banjir.

Strategi Mitigasi

Tahapan dalam mitigasi dampak meliputi tahap antisipasi, tahap penanggulangan, dan tahap pemulihan. Tahap antisipasi merupakan upaya pencegahan untuk menghindari atau mencegah pengaruh yang merugikan dari ancaman bahaya/bencana. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk antisipasi kejadian iklim ekstrim adalah penyampaian informasi prakiraan iklim ke daerah, pemetaan wilayah rawan banjir dan kekeringan, pemahaman terhadap informasi prakiraan iklim/musim, penguatan sistem kelembagaan dalam penyampaian informasi prakiraan iklim.

{mosimage} Sedangkan untuk tahap penanggulangan dampak meliputi strategi mitigasi, diantaranya penerapan teknologi budidaya sesuai kondisi iklim spesifik lokasi, pemilihan varietas, pengolahan tanah dan pengelolaan irigasi, pengendalian OPT, dengan memperhitungkan informasi iklim misalnya awal musim hujan dan sifatnya, perbaikan sarana prasarana irigasi, panen air dan menyimpan air, gerakan hemat air, konservasi lingkungan dan daerah tangkapan air.

Selain itu, perlu adanya penguatan kelembagaan baik di dalam departemen maupun antar departemen, karena tidak dapat dipungkiri bahwa dampak kejadian iklim tidak dapat diselesaikan oleh satu pihak (departemen) saja, dan harus diselesaikan secara bersama dan serius. Dan peningkatan kemampuan pengetahuan SDM tingkat lapangan serta para petani sangat penting.

Departemen Pertanian pada tahun 2007 ini telah melakukan upaya peningkatan pengetahuan dan kemampuan SDM tersebut melalui Sekolah Lapang PHT dan Sekolah Lapangan Iklim (SLI) hampir diseluruh kabupaten di Indonesia. Sehingga diharapkan permasalahan kehilangan hasil akibat dampak fenomena iklim (banjir, kekeringan, OPT, dll.) dapat diminimalisir. Semoga...***
Sumber tulisan: Ir. Endang Titi Purwani, MM; Kasie Mitigasi Dampak Iklim, Subdit AMDI Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan. (Tulisan tersebut dimuat di Sinar Tani Edisi No.2/2007 halaman 15).
by:mzt14n

Sabtu, 14 Agustus 2010

CITA-CITA YANG BUTUH KEBERANIAN DAN KEBERHASILAN YANG HARUS DIPERJUANGKAN



Di era tahun 70 an Pemerintahan Orde Baru memberikan keteladanan berupa sebuah Gebrakan melalui Gerakan Bimas, dimana terjadi perekrutan tenaga Penyuluh secara massal dan terpusat dalam rangka memberikan bimbingan khususnya kepada masyarakat petani.

Pada saat itu tenaga penyuluh dituntut memiliki kemampuan polivalen, dan hasilnyapun terbukti dengan swasembada beras nasional pada tahun 1984 dan Negara Indonesia mendapat penghargaan dari FAO.

Namun sejak tahun 1988 penyuluhan dan tenaga penyuluh mengalami stagnasi sehingga keberhasilan swasembada perlahan – lahan mengalami kemunduran dan pada akhirnya Indonesia kembali menjadi negara importir beras.

Penyuluhan pertanian merupakan kegiatan yang dilakukan secara intensif dengan tujuan untuk mengubah pengetahuan, sikap, dan perilaku petani dalam menjalankan usahataninya. Substansi yang diberikan melalui penyuluhan pertanian yang meliputi :
1. Diseminasi informasi dan teknologi pertanian.
2. Pemberdayaan kelembagaan petani.
3. Fasilitasi akses saprodi, modal, kemitraan, dan pasar.
4. Pembinaan dalam rangka standarisasi kwalitas produk pertanian sesuai dengan standar yang kompetitif dengan produk luar negeri.

Dampak dari kegiatan penyuluhan pertanian adalah meningkatnya kwalitas SDM dan kwalitas mutu produk pertanian, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan petani. Hal itu kemudian dapat meningkatkan daya beli petani yang merupakan masyarakat mayoritas di Republik ini dan pada akhirnya mampu meningkatkan perekonomian nasional.

Namun, kondisi SDM Aparatur Pertanian sebelum tahun 2007 yaitu jumlah Penyuluh PNS sebanyak 29.065 orang dengan kondisi sebaran usia penyuluh PNS di bawah 40 tahun sebanyak 32 %, Usia 40 – 49 tahun sebanyak 53,45%, dan di atas 50 tahun sebanyak 14,55%. Sebuah kondisi yang sangat tidak ideal karena rasio antara jumlah tenaga penyuluh dengan jumlah desa yang ada di Indonesia masih 1 : 3 dan banyak penyuluh yang memasuki usia menjelang purna tugas....
selengkapnya:sinartani0810

Jumat, 13 Agustus 2010

Mikrokapsul Pengganti Pakan Alami Bagi Larva Ikan




Tujuh hari setelah menetas adalah umur kritis bagi larva gurami. Pada saat itu yolk sac - cadangan makanan pada larva gurami habis. Peternak harus segera menyediakan pakan alami. Bila tidak, kematian larva bisa mencapai 50%.

Di alam, larva yang kehabisan yolk sac otomatis mencari pakan alami yang sesuai ukuran mulutnya. Mereka antara lain plankton atau udang-udangan kecil seperti artemia, moina, dan daphnia. Sayang peternak pembibit seringkali tidak memperhatikan ketersediaan pakan alami itu.

Di sentra gurami Banyumas, Jawa Tengah, misalnya, larva lazim diberi pakan dedak halus karena keterbatasan pakan alami. Padahal, dedak halus kurang ideal digunakan sebagai pakan larva lantaran hanya mengandung unsur utama serat kasar. Kadar proteinnya sangat rendah sekitar 11%. Agar gurami tumbuh bagus perlu protein sekitar 30 - 40%. Selain itu, dedak halus bisa menyumbat saluran pernapasan larva sehingga berujung pada kematian.


Tubifex

Tubifex alias cacing darah atau cacing sutera dapat dijadikan pakan alami alternatif bagi larva gurami. Kadar protein cacing yang tersebar di dasar perairan tawar itu cukup tinggi, mencapai 57%. Masalahnya ukuran cacing itu masih relatif besar dibanding mulut larva gurami. Sebab itu tubifex perlu diolah agar bisa dikonsumsi sang larva.

Salah satu cara yang dilakukan yakni mengolah tubifex menjadi mikrokapsul. Mikrokapsul merupakan pakan berbentuk bulat, berukuran mikro, dan terdiri dari inti dan dinding kapsul. Dinding maupun inti kapsul dibuat dari bahan yang mudah ditelan, dicerna, dan diserap oleh tubuh ikan. Mikrokapsul juga memiliki kandungan gizi lengkap: protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral seperti pakan alami. Dengan kadar protein 57%, lemak 13,3%, karbohidrat 2,04% dan abu/mineral 3,60%, tubifex memenuhi syarat itu.

Mikrokapsul dibuat sedemikian rupa agar dapat terdistribusi merata di kolam dan dapat dimakan sebelum pakan itu jatuh ke dasar kolam. Sebab, gerakan larva terbatas di tepian dan sekitar permukaan kolam.Densitas mikrokapsulpun harus rendah, sekitar 400 - 600 g/liter dengan laju tenggelam rata-rata 25 cm/menit.

Disapih

Di luar negeri, mikrokapsul telah banyak digunakan sebagai pakan berbagai jenis larva ikan. Selain ukurannya sesuai bukaan mulut larva, pakan buatan itu dapat diawetkan dalam bentuk bubuk kering. Pemberian mikrokapsul harus didahului dengan penyapihan. Penyapihan yang dimaksud adalah memberikan pakan alami sementara berupa tubifex. Tujuannya agar larva terbiasa dengan tubifex, sehingga ketika diberi mikrokapsul sudah mengenalinya sebagai makanan.

Caranya? Setelah yolk sac habis, saat umur larva 7 hari berikan pakan tepung tubifex hingga larva itu berumur 20 hari. Setelah itu baru berikan mikrokapsul sekurangnya 1 bulan atau lebih hingga larva berumur 2 bulan. Di atas umur 2 bulan - larva berukuran 6 - 7 cm - pelet sudah dapat diberikan sebagai pakan. (Dr Petrus Hary Tjahja Soedibya, Dosen Jurusan Perikanan dan Ilmu Kelautan, Fakultas Sains dan Teknik, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto)

Keterangan Foto

1. Larva umur 7 hari ke atas harus segera disediakan pakan alami
2. Gurami bisa diberi pakan pelet mulai umur 2 bulan



Komposisi mikrokapsul

Komposisi


Perbandingan bobot bahan (ml)

Matrik (61,54 %)


- Minyak ikan (99,5 %)


7,5

- Ekstrak Tubifex sp (0,5 %)


0,5

Inklusi (38,46 %)


- Kuning telur (80 %)


4

- Tubifex sp (20 %)


1

Kamis, 12 Agustus 2010

HAMA ADALAH ?????



PERKEMBANGAN TEKNOLOGI, merupakan suatu kebutuhan bagi manusia sehingga bisa mencapai segala sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin. Di Kecamatan Parakan yang mayoritas penduduknya bermata pencaharian petani, baik tanaman pangan, hortikultura maupun perkebunan akan membutuhkan serapan teknologi terbaru. Dalam rangka menciptakan suatu produk pertanian yang baik maka perlu dicari informasi teknologi yang mendukung segala aspek dalam budidaya tanaman.
adanya organisme yang merugikan akan menyebabkan berkurangnya mutu maupun jumlah produk yang dihasilkan oleh petani, tetapi untuk itu para petani ada yang belum mengerti apa yang mengganggu tanaman mereka,
berikut ada beberapa pengetahuan mengenai organisme pengganggu tanaman.

1. MORFOLOGI UMUM HAMA

Untuk mengenal berbagai jenis binatang yang dapat berperan sebagai hama, maka sebagai langkah awal dalam kuliah dasar - dasar Perlintan akan dipelajari bentuk atau morfologi, khususnya morfologi luar (external morphology) binatang penyebab hama. Namun demikian, tidak semua sifat morfologi tersebut akan dipelajari dan yang dipelajari hanya terbatas pada morfologi “penciri” dari masing-masing golongan. Hal ini bertujuan untuk mempermudah dalam melakukan identifikasi atau mengenali jenis - jenis hama yang dijumpai di lapangan.

Dunia binatang (Animal Kingdom) terbagi menjadi beberapa golongan besar yang masing-masing disebut Filum. Dari masing-masing filum tersebut dapat dibedakan lagi menjadi golongan - golongan yang lebih kecil yang disebut Klas. Dari Klas ini kemudian digolongkan lagi menjadi Ordo (Bangsa) kemudian Famili (suku), Genus (Marga) dan Spesies (jenis).


Beberapa filum yang anggotanya diketahui berpotensi sebagai hama tanaman adalah Aschelminthes (nematoda), Mollusca (siput), Chordata (binatang bertulang belakang), dan Arthropoda (serangga, tunggau, dan lain - lain). Dalam uraian berikut akan dibicarakan secara singkat tentang sifat-sifat morfologi luar anggota filum tersebut.

A. FILUM ASCHELMINTHES

Anggota filum Aschelminthes yang banyak dikenal berperan sebagai hama tanaman (bersifat parasit) adalah anggota klas Nematoda. Namun, tidak semua anggota klas Nematoda bertindak sebagai hama, sebab ada di antaranya yang berperan sebagai nematoda saprofag serta sebagai nematoda predator (pemangsa), yang disebut terakhir ini tidak akan dibicarakan dalam uraian - uraian selanjutnya.

Secara umum ciri - ciri anggota klas Nematoda tersebut antara lain adalah :

* Tubuh tidak bersegmen (tidak beruas)

* Bilateral simetris (setungkup) dan tidak memiliki alat gerak

* Tubuh terbungkus oleh kutikula dan bersifat transparan.

Untuk pembicaraan selanjutnya, anggota klas nematoda yang bersifat saprofag digolongkan ke dalam nematoda non parasit dan untuk kelompok nematoda yang berperan sebagai hama tanaman dimasukkan ke dalam golongan nematoda parasit.

Ditinjau dari susunannya, maka bentuk stylet dapat dibedakan menjadi dua tipe, yaitu tipe stomatostylet dan odonostylet. Tipe stomatostylet tersusun atas bagian - bagian conus (ujung), silindris (bagian tengah) dan knop stylet (bagian pangkal). Tipe stylet ini dijumpai pada nematoda parasit dari ordo Tylenchida.

Tipe odonostylet dijumpai pada nematoda parasit dari ordo Dorylaimida, yang styletnya tersusun atas conus dan silindris saja. Beberapa contoh dari nematoda parasit ini antara lain adalah :

* Meloidogyne sp. yang juga dikenal sebagai nematoda “puru akar” pada tanaman tomat, lombok, tembakau dan lain - lain.

* Hirrschmanieella oryzae (vBrdH) pada akar tanaman padi sawah.

* Pratylenchus coffae (Zimm) pada akar tanaman kopi.

B. FILUM MOLLUSCA

Dari filum Mollusca ini yang anggotanya berperan sebagai hama adalah dari klas Gastropoda yang salah satu jenisnya adalah Achatina fulica Bowd atau bekicot, Pomacea ensularis canaliculata (keong emas). Binatang tersebut memiliki tubuh yang lunak dan dilindungi oleh cangkok (shell) yang keras. Pada bagian anterior dijumpai dua pasang antene yang masing-masing ujungnya terdapat mata. Pada ujung anterior sebelah bawah terdapat alat mulut yang dilengkapi dengan gigi parut (radula). Lubang genetalia terdapat pada bagian samping sebelah kanan, sedang anus dan lubang pernafasan terdapat di bagian tepi mantel tubuh dekat dengan cangkok/shell.

Bekicot atau siput bersifat hermaprodit, sehingga setiap individu dapat menghasilkan sejumlah telur fertil. Bekicot aktif pada malam hari serta hidup baik pada kelembaban tinggi. Pada siang hari biasanya bersembunyi pada tempat-tempat terlindung atau pada dinding-dinding bangunan, pohon atau tempat lain yang tersembunyi.

C. FILUM CHORDATA

Anggota Filum Chordata yang umum dijumpai sebagai hama tanaman adalah dari klas Mammalia (Binatang menyusui). Namun, tidak semua binatang anggota klas Mammalia bertindak sebagai hama melainkan hanya beberapa jenis (spesies) saja yang benar - benar merupakan hama tanaman. Jenis - jenis tersebut antara lain bangsa kera (Primates), babi (Ungulata), beruang (Carnivora), musang (Carnivora) serta bangsa binatang pengerat (ordo rodentina). Anggota ordo Rodentina ini memiliki peranan penting sebagai perusak tanaman, sehingga secara khusus perlu dibicarakan tersendiri, yang meliputi keluarga bajing dan tikus.

1. Keluarga Bajing (fam. Sciuridae)

Ada dua jenis yang penting, yaitu Callossciurus notatus Bodd. dan C. nigrovittatus yang keduanya dikenal dengan nama “bajing”. Jenis pertama dijumpai pada daerah - daerah di Indonesia dengan ketinggian sampai 9000 m di atas permukaan laut. Sedang jenis C. nigrovittatus dapat dijumpai di Jawa, Kalimantan, dan Sumatera pada daerha dengan ketinggian sampai 1500 m.

Jenis bajing ini umumnya banyak menimbulkan kerusakan pada tanaman kelapa namun beberapa jenis tanaman buah kadang - kadang juga diserangnya. Gejala serangan hama bajing pada buah kelapa tampak terbentuknya lubang yang cukup lebar dan tidak teratur dekat dengan ujung buah, sedang jika yang menyerang tikus maka lubang yang terbentuk lebih kecil serta tampak lebih teratur / rapi.

2. Keluarga tikus (fam. Muridae)

Ada beberapa jenis yang diketahui banyak menimbulkan kerusakan antara lain, tikus rumah (Rattus - rattus diardi Jent); tikus pohon (Rattus - rattus tiomanicus Muller), serta tikus sawah (Rattus-rattus argentiver_Rob.&Kl).

Tikus rumah dikenal pula sebagai tikus hitam karena warna bulunya hitam keabu - abuan atau hitam kecoklatan. Panjang tubuh sampai ke kepala antara 11 - 20 cm dan panjang ekor biasanya lebih panjang daripada panjang tubuh + kepala. Jumlah puting susunya ada 10 buah.

Tikus pohon memiliki ukuran tubuh yang hampir sama dengan tikus rumah. Bulu tubuh bagian ventral putih bersih atau kadang - kadang agak keabu-abuan. Panjang ekor biasanya lebih panjang daripada panjang tubuh + kepala. Jumlah putting susunya ada 10 buah.

Tikus sawah memiliki ciri - ciri tubuh antara lain bulu - bulu tubuh bagian ventral berwarna keabu-abuan atau biru keperakan. Panjang ekor biasanya sama atau lebih pendek daripada panjang tubuh + kepala. Pada pertumbuhan penuh panjang tubuhnya antara 16 - 22 cm serta jumlah puting susu ada 12 buah.

D. FILUM ARTHOPODA

Merupakan filum terbesar di antara filum - filum yang lain karena lebih dari 75 % dari binatang-binatanag yang telah dikenal merupakan anggota dari filum ini. Karena itu, sebagian besar dari jenis-jenis hama tanaman juga termasuk dalam filum Arthropoda.

Anggota dari filum Arthropoda yang mempunyai peranan penting sebagai hama tanaman adalah klas Arachnida (tunggau) dan klas Insecta atau Hexapoda (serangga).

1. Klas Arachnida

Tanda - tanda morfologi yang khas dari anggota klas Arachnida ini adalah:

- Tubuh terbagi atas dua daerah (region), yaitu cephalothorax (gabungan caput dan thorax) dan abdomen.

- Tidak memiliki antene dan mata facet.

- Kaki empat pasang dan beruas - ruas.

Dalam klas Arachnida ini, yang anggotanya banyak berperan sebagai hama adalah dari ordo Acarina atau juga sering disebut mites (tunggau).

Morfologi dari mites ini antara lain, segmentasi tubuh tidak jelas dan dilengkapi dengan bulu - bulu (rambut) yang kaku dan cephhalothorax dijumpai adanya empat pasang kaki.

Alat mulut tipe penusuk dan pengisap yang memiliki bagian - bagian satu pasang chelicerae (masing - masing terdidi dari tiga segmen) dan satu pasang pedipaalpus. Chelicerae tersebut membentuk alat seperti jarum sebagai penusuk.

Beberapa jenis hama dari ordo Acarina antara lain adalah :

- Tetranychus cinnabarinus Doisd. atau hama tunggau merah / jingga pada daun ketela pohon.

- Brevipalpus obovatus Donn. (tunggau daun teh).

- Tenuipalpus orchidarum Parf. (tunggau merah pada anggrek).

2. Klas Insekta (Hexapoda / serangga)

Anggota beberapa ordo dari klas Insekta dikenal sebagai penyebab hama tanaman, namun ada beberapa yang bertindak sebagai musuh alami hama (parasitoid dan predator) serta sebagai serangga penyerbuk.

Secara umum morfologi anggota klas Insekta ini adalah:

- Tubuh terdiri atas ruas - ruas (segmen) dan terbagi dalam tiga daerah, yaitu caput, thorax dan abdomen.

- Kaki tiga pasang, pada thorax.

- Antene satu pasang.

- Biasanya bersayap dua pasang, namun ada yang hanya sepasang atau bahkan tidak bersayap sama sekali.

Memahami pengetahuan morfologi serangga tersebut sangatlah penting, karena anggota serangga pada tiap - tiap ordo biasanya memiliki sifat morfologi yang khas yang secara sederhana dapat digunakan untuk mengenali atau menentukan kelompok serangga tersebut. Sifat morfologi tersebut juga menyangkut morfologi serangga stadia muda, karena bentuk-bentuk serangga muda tersebut juga memiliki ciri yang khas yang juga dapat digunakan dalam identifikasi.
Bentuk-bentuk serta ciri serangga stadia muda tersebut secara khusus kakan dibicarakan pada uraian tentang Metamorfose serangga, sedang uraian singkat tentang morfologi “penciri” pada beberapa ordo penting klas Insekta akan diberikan pada uraian selanjutnya.

Berdasarkan sifat morfologinya, maka larva dan pupa serangga dapat dikelompokkan sebagai berikut :

1. Tipe larva

a. Polipoda, tipe larva ini memiliki ciri antara lain tubuh berbentuk silindris, kepala berkembang baik serta dilengkapi dengan kaki abdominal dan kaki thorakal. Tipe larva ini dijumpai pada larva ngengat / kupu (Lepidoptera)

b. Oligopoda, tipe larva ini dapat dikelompokkan menjadi : Campodeiform dan Scarabaeiform,

c. Apodus (Apodous), tipe larva ini memiliki badan yang memanjang dan tidak memiliki kaki. Kepala ada yang berkembang baik ada yang tidak. Tipe larva ini dijumpai pada anggota ordo Diptera dan familia Curculionidae (Coleoptera).

2. Tipe pupa

Perbedaan bentuk pupa didasarkan pada kedudukan alat tambahan (appendages), seperti calon sayap, calon kaki, antene dan lainnya. Tipe pupa dikelompokkan menjadi tiga tipe :

a. Tipe obtecta, yakni pupa yang memiliki alat tambahan (calon) melekat pada tubuh pupa. Kadang-kadang pupa terbungkus cocon yang dibentuk dari liur dan bulu dari larva.

b. Tipe eksarat, yakni pupa yang memiliki alat tambahan bebas (tidak melekat pada tubuh pupa ) dan tidak terbungkus oleh cocon.

c. Tipe coartacta, yakni pupa yang mirip dengan tipe eksarat, tetapi eksuviar tidak mengelupas (membungkus tubuh pupa). Eksuviae mengeras dan membentuk rongga untuk membungkus tubuh pupa dan disebut puparium.

Tipe pupa obtecta dijumpai pada anggota ordo Lepidoptera, pupa eksarat pada ordo Hymenoptera dan Coleoptera, sedang pupa coartacta pada ordo Diptera.

A. Morfologi Beberapa Ordo Serangga yang Penting

a. Ordo Orthoptera (bangsa belalang)

Sebagian anggotanya dikenal sebagai pemakan tumbuhan, namun ada beberapa di antaranya yang bertindak sebagai predator pada serangga lain.

Anggota dari ordo ini umumnya memilki sayap dua pasang. Sayap depan lebih sempit daripada sayap belakang dengan vena - vena menebal / mengeras dan disebut tegmina. Sayap belakang membranus dan melebar dengan vena-vena yang teratur. Pada waktu istirahat sayap belakang melipat di bawah sayap depan.

Alat - alat tambahan lain pada caput antara lain : dua buah (sepasang) mata facet, sepasang antene, serta tiga buah mata sederhana (occeli). Dua pasang sayap serta tiga pasang kaki terdapat pada thorax. Pada segmen (ruas) pertama abdomen terdapat suatu membran alat pendengar yang disebut tympanum. Spiralukum yang merupakan alat pernafasan luar terdapat pada tiap - tiap segmen abdomen maupun thorax. Anus dan alat genetalia luar dijumpai pada ujung abdomen (segmen terakhir abdomen).

Ada mulutnya bertipe penggigit dan penguyah yang memiliki bagian-bagian labrum, sepasang mandibula, sepasang maxilla dengan masing - masing terdapat palpus maxillarisnya, dan labium dengan palpus labialisnya.

Metamorfose sederhana (paurometabola) dengan perkembangan melalui tiga stadia yaitu telur ---> nimfa ---> dewasa (imago). Bentuk nimfa dan dewasa terutama dibedakan pada bentuk dan ukuran sayap serta ukuran tubuhnya.

Beberapa jenis serangga anggota ordo Orthoptera ini adalah :

- Kecoa (Periplaneta sp.)

- Belalang sembah / mantis (Otomantis sp.)

- Belalang kayu (Valanga nigricornis Drum.)

b. Ordo Hemiptera (bangsa kepik) / kepinding

Ordo ini memiliki anggota yang sangat besar serta sebagian besar anggotanya bertindak sebagai pemakan tumbuhan (baik nimfa maupun imago). Namun beberapa di antaranya ada yang bersifat predator yang mingisap cairan tubuh serangga lain.

Umumnya memiliki sayap dua pasang (beberapa spesies ada yang tidak bersayap). Sayap depan menebal pada bagian pangkal (basal) dan pada bagian ujung membranus. Bentuk sayap tersebut disebut Hemelytra. Sayap belakang membranus dan sedikit lebih pendek daripada sayap depan. Pada bagian kepala dijumpai adanya sepasang antene, mata facet dan occeli.

Tipe alat mulut pencucuk pengisap yang terdiri atas moncong (rostum) dan dilengkapi dengan alat pencucuk dan pengisap berupa stylet. Pada ordo Hemiptera, rostum tersebut muncul pada bagian anterior kepala (bagian ujung). Rostum tersebut beruas - ruas memanjang yang membungkus stylet. Pada alat mulut ini terbentuk dua saluran, yakni saluran makanan dan saluran ludah.

Metamorfose bertipe sederhana (paurometabola) yang dalam perkembangannya melalui stadia : telur ---> nimfa ---> dewasa. Bnetuk nimfa memiliki sayap yang belum sempurna dan ukuran tubuh lebih kecil dari dewasanya.

Beberapa contoh serangga anggota ordo Hemiptera ini adalah :

- Walang sangit (Leptorixa oratorius Thumb.)

- Kepik hijau (Nezara viridula L)

- Bapak pucung (Dysdercus cingulatus F)

c. Ordo Homoptera (wereng, kutu dan sebagainya)

Anggota ordo Homoptera memiliki morfologi yang mirip dengan ordo Hemiptera. Perbedaan pokok antara keduanya antara lain terletak pada morfologi sayap depan dan tempat pemunculan rostumnya.

Sayap depan anggota ordo Homoptera memiliki tekstur yang homogen, bisa keras semua atau membranus semua, sedang sayap belakang bersifat membranus.

Alat mulut juga bertipe pencucuk pengisap dan rostumnya muncul dari bagian posterior kepala. Alat-alat tambahan baik pada kepala maupun thorax umumnya sama dengan anggota Hemiptera.

Tipe metamorfose sederhana (paurometabola) yang perkembangannya melalui stadia : telur ---> nimfa ---> dewasa. Baik nimfa maupun dewasa umumnya dapat bertindak sebagai hama tanaman.

Serangga anggota ordo Homoptera ini meliputi kelompok wereng dan kutu-kutuan, seperti :

- Wereng coklat (Nilaparvata lugens Stal.)

- Kutu putih daun kelapa (Aleurodicus destructor Mask.)

- Kutu loncat lamtoro (Heteropsylla sp.).

d. Ordo Coleoptera (bangsa kumbang)

Anggota - anggotanya ada yang bertindak sebagai hama tanaman, namun ada juga yang bertindak sebagai predator (pemangsa) bagi serangga lain.

Sayap terdiri dari dua pasang. Sayap depan mengeras dan menebal serta tidak memiliki vena sayap dan disebut elytra.
Apabila istirahat, elytra seolah - olah terbagi menjadi dua (terbelah tepat di tengah-tengah bagian dorsal). Sayap belakang membranus dan jika sedang istirahat melipat di bawah sayap depan.

Alat mulut bertipe penggigit-pengunyah, umumnya mandibula berkembang dengan baik. Pada beberapa jenis, khususnya dari suku Curculionidae alat mulutnya terbentuk pada moncong yang terbentuk di depan kepala.

Metamorfose bertipe sempurna (holometabola) yang perkembangannya melalui stadia : telur ---> larva ---> kepompong (pupa) ---> dewasa (imago). Larva umumnya memiliki kaki thoracal (tipe oligopoda), namun ada beberapa yang tidak berkaki (apoda). Kepompong tidak memerlukan pakan dari luar (istirahat) dan bertipe bebas / libera.

Beberapa contoh anggotanya adalah :

- Kumbang badak (Oryctes rhinoceros L)

- Kumbang janur kelapa (Brontispa longissima Gestr)

- Kumbang buas (predator) Coccinella sp.

e. Ordo Lepidoptera (bangsa kupu/ngengat)

Dari ordo ini, hanya stadium larva (ulat) saja yang berpotensi sebagai hama, namun beberapa diantaranya ada yang predator. Serangga dewasa umumnya sebagai pemakan/pengisap madu atau nektar.

Sayap terdiri dari dua pasang, membranus dan tertutup oleh sisik - sisik yang berwarna - warni. Pada kepala dijumpai adanya alat mulut seranga bertipe pengisap, sedang larvanya memiliki tipe penggigit. Pada serangga dewasa, alat mulut berupa tabung yang disebut proboscis, palpus maxillaris dan mandibula biasanya mereduksi, tetapi palpus labialis berkembang sempurna.

Metamorfose bertipe sempurna (Holometabola) yang perkembangannya melalui stadia : telur ---> larva ---> kepompong ---> dewasa. Larva bertipe polipoda, memiliki baik kaki thoracal maupun abdominal, sedang pupanya bertipe obtekta.

Beberapa jenisnya antara lain :

- Penggerek batang padi kuning (Tryporiza incertulas Wlk)

- Kupu gajah (Attacus atlas L)

- Ulat grayak pada tembakau (Spodoptera litura)
f. Ordo Diptera (bangsa lalat, nyamuk)

Serangga anggota ordo Diptera meliputi serangga pemakan tumbuhan, pengisap darah, predator dan parasitoid. Serangga dewasa hanya memiliki satu pasang sayap di depan, sedang sayap belakang mereduksi menjadi alat keseimbangan berbentuk gada dan disebut halter. Pada kepalanya juga dijumpai adanya antene dan mata facet.

Tipe alat mulut bervariasi, tergantung sub ordonya, tetapi umumnya memiliki tipe penjilat-pengisap, pengisap, atau pencucuk pengisap.

Pada tipe penjilat pengisap alat mulutnya terdiri dari tiga bagian yaitu :

- bagian pangkal yang berbentuk kerucut disebut rostum

- bagian tengah yang berbentuk silindris disebut haustellum

- bagian ujung yang berupa spon disebut labellum atau oral disc.

Metamorfosenya sempurna (holometabola) yang perkembangannya melalui stadia : telur ---> larva ---> kepompong ---> dewasa. Larva tidak berkaki (apoda_ biasanya hidup di sampah atau sebagai pemakan daging, namun ada pula yang bertindak sebagai hama, parasitoid dan predator. Pupa bertipe coartacta.

Beberapa contoh anggotanya adalah :

- lalat buah (Dacus spp.)

- lalat predator pada Aphis (Asarcina aegrota F)

- lalat rumah (Musca domesticaLinn.)

- lalat parasitoid (Diatraeophaga striatalis).

g. Ordo Hymenoptera (bangsa tawon, tabuhan, semut)

Kebanyakan dari anggotanya bertindak sebagai predator / parasitoid pada serangga lain dan sebagian yang lain sebagai penyerbuk.

Sayap terdiri dari dua pasang dan membranus. Sayap depan umumnya lebih besar daripada sayap belakang. Pada kepala dijumpai adanya antene (sepasang), mata facet dan occelli.

Tipe alat mulut penggigit atau penggigit-pengisap yang dilengkapi flabellum sebagai alat pengisapnya.

Metamorfose sempurna (Holometabola) yang melalui stadia : telur-> larva--> kepompong ---> dewasa. Anggota famili Braconidae, Chalcididae, Ichnemonidae, Trichogrammatidae dikenal sebagai tabuhan parasit penting pada hama tanaman.

Beberapa contoh anggotanya antara lain adalah :

- Trichogramma sp. (parasit telur penggerek tebu / padi).

- Apanteles artonae Rohw. (tabuhan parasit ulat Artona).

- Tetratichus brontispae Ferr. (parasit kumbang Brontispa).

h. Ordo Odonata (bangsa capung / kinjeng)

Memiliki anggota yang cukup besar dan mudah dikenal. Sayap dua pasang dan bersifat membranus. Pada capung besar dijumpai vena - vena yang jelas dan pada kepala dijumpai adanya mata facet yang besar.

Metamorfose tidak sempurna (Hemimetabola), pada stadium larva dijumpai adanya alat tambahan berupa insang dan hidup di dalam air.

Anggota-anggotanya dikenal sebagai predator pada beberapa jenis serangga keecil yang termasuk hama, seperti beberapa jenis trips, wereng, kutu loncat serta ngengat penggerek batang padi.

RANGKUMAN

Mengenal sifat - sifat morfologi luar dari binatang penyebab hama merupakan hal yang penting untuk mempermudah mengenali jenis - jenis hama yang ada di lapangan. Ada beberapa filum dalam dunia binatang yang sebagian dari anggotanya berpotensi menjadi hama tanaman, yakni Filum Aschelminthes, Mollusca, Chordata dan Athropoda.

Dalam filum Aschelminthes, anggota klas nematoda banyak yang berperan sebagai hama tanaman, misalnya anggota dari ordo Tylenchida, “Giantsnail”, Achatina fulica merupakan salah satu anggota filum Mollusca yang diketahui sering merusak berbegai jenis tanaman, baik tahunan maupun tanaman semusim.

Anggota ordo Rodentia, yakni tikus dan bajing merupakan anggota filum Chordata yang menjadi hama penting pada beberapa jenis tanaman. Anggota filum Chordata lain yang juga berpotensi menjadi hama tanaman adalah kera (Primates) dan babi (Ungulata).

Arthropoda merupakan filum terbesar dalam jumlah anggotanya, sehingga sebagian besar jenis hama tanaman merupakan anggota filum ini. Namun demikian, anggota filum ini khususnya dalam klas Arachida sebagian besar bertindak sebagai musuh alami hama, sedang dari klas Insekta sebagian dari anggotanya menjadi hama penting pada berbagai jenis tanaman dan yang lain ada pula yang berperan sebagai musuh alami hama.

2. CARA MERUSAK DAN GEJALA KERUSAKAN

Pembicaraan mengenai cara merusak dan gejala merusak yang diakibatkan oleh serangan hama khususnya dari serangga tidak dapat lepas dari pembicaraan mengenai morfologi alat mulut serangga hama. Dengan tipe alat mulut tertentu, serangga hama dalam merusak tanaman akan mengakibatkan gejala kerusakan yang khas pada tanaman yang diserangnya. Karena itu, dengan mempelajari berbagai tipe gejala ataupun tanda serangan akan dapat membantu dalam mengenali jenis - jenis hama penyebab yang dijumpai di lapangan. Bahkan lebih jauh dari itu dapat pula digunakan untuk menduga cara hidup ataupun untuk menaksir populasi hama yang bersangkutan.

Berdasarkan pada cara merusak dan gejala kerusakan yang ditimbulkannya, maka hama-hama penyebab kerusakan pada tanaman dapat digolongkan menjadi beberapa tipe, yaitu hama penyebab gejala puru (gall), hama pemakan, hama penggerek, hama pengisap, hama penggulung, hama penyebab busuk buah, dan hama pengorok (miner)

RANGKUMAN

Jenis - jenis serangga dapat dikelompokkan berdasarkan tipe alat mulutnya. Dengan tipe alat mulut tertentu, perusakan tanaman oleh serangga akan meninggalkan gejala kerusakan yang khas pada tanaman. Oleh karena itu, dengan mempelajari berbagai tipe gejala serangan akan memepermudah untuk mengetahui jenis hama penyebab kerusakan yang dijumpai di lapangan. Gejala kerusakan dalam bentuk intensitas serangan hama dapat juga digunakan untuk menduga tingkat populasi hama di lapangan.

Berdasarkan cara merusak dan tipe gejala, ada tujuh tipe yaitu hama penyebab puru (gall), hama pemakan, hama penggerek, hama pengisap, hama penggulung, hama penyebab busuk buah dan hama penggorok (miner).

3. TAKTIK PENGENDALIAN

Pada dasarnya, pengendalian hama merupakan setiap usaha atau tindakan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung untuk mengusir, menghindari dan membunuh spesies hama agar populasinya tidak mencapai aras yang secara ekonomi merugikan. Pengendalian hama tidak dimaksudkan untuk meenghilangkan spesies hama sampai tuntas, melainkan hanya menekan populasinya sampai pada aras tertentu ynag secara ekonomi tidak merugikan. Oleh karena itu, taktik pengendalian apapun yang diterapkan dalam pengendalian hama haruslah tetap dapat dipertanggungjawabkan secara ekonomi dan secara ekologi.

Falsafah pengendalian hama yang harus digunakan adalah Pengelolaan / Pengendalian hama Terpadu (PHT) yang dalam implementasinya tidak hanya mengandalkan satu taktik pengendalian saja. Taktik pengendalian yang akan diuraikan berikut ini mengacu pada buku karangan Metcalf (1975) dan Matsumura (1980) yang terdiri dari :

1. Pengendalian secara mekanik
2. Pengendalian secara fisik
3. Pengendalian hayati
4. Pengendalian dengan varietas tahan
5. Pengendalian hama dengan cara bercocok tanam
6. Pengendalian hama dengan sanitasi dan eradikasi
7. Pengendalian kimiawi

A. PENGENDALIAN MEKANIK

Pengendalian mekanik mencakup usaha untuk menghilangkan secara langsung hama serangga yang menyerang tanaman. Pengendalian mekanis ini biasanya bersifat manual.

Mengambil hama yang sedang menyerang dengan tangan secara langsung atau dengan melibakan tenaga manusia telah banyak dilakukan oleh banyak negara pada permulaan abad ini. Cara pengendalian hama ini sampai sekarang masih banyak dilakukan di daerah - daerah yang upah tenaga kerjanya masih relatif murah.

Contoh pengendalian mekanis yang dilakukan di Australia adalah mengambil ulat-ulat atau siput secara langsung yang sedang menyerang tanaman kubis. Pengendalian mekanis juga telah lama dilakukan di Indonesia terutama terhadap ulat pucuk daun tembakau oleh Helicoverpa sp. Untuk mengendalikan hama ini para petani pada pagi hari turun ke sawah untuk mengambil dan mengumpulkan ulat - ulat yang berada di pucuk tembakau. Ulat yang telah terkumpul itu kemudian dibakar atau dimusnahkan. Rogesan sering dipraktekkan oleh petani tebu (di Jawa) untuk mencari ulat penggerek pucuk tebu (Scirpophaga nivella) dengan mengiris sedikit demi sedikit pucuk tebu yang menunjukkan tanda serangan. Lelesan dilakukan oleh petani kopi untuk menyortir buah kopi dari lapangan yang terserang oleh bubuk kopi (Hypotheneemus hampei)

B. PENGENDALIAN FISIK

Pengendalian ini dilakukan dengan cara mengatur faktor - faktor fisik yang dapat mempengaruhi perkembangan hama, sehingga memberi kondisi tertentu yang menyebabkan hama sukar untuk hidup.

Bahan - bahan simpanan sering diperlakukan denagn pemanasan (pengeringan) atau pendinginan. Cara ini dimaksudkan untuk membunuh atau menurunkan populasi hama sehingga dapat mencegah terjadinya peledakan hama. Bahan-bahan tersebut biasanya disimpan di tempat yang kedap udara sehingga serangga yang bearada di dalamnya dapat mati lemas oleh karena CO2 dan nitrogen.

Pengolahan tanah dan pengairan dapat pula dimasukkan dalam pengendalian fisik; karena cara - cara tersebut dapat menyebabkan kondisi tertentu yang tidak cocok bagi pertumbuhan serangga. Untuk mengendalikan nematoda dapat dilakukan dengan penggenangan karena tanah yang mengandung banyak air akan mendesak oksigen keluar dari partikel tanah. Dengan hilangnya kandungan O2 dalam tanah, nematoda tidak dapat hidup lebih lama.

C. PENGENDALIAN HAYATI

Pengendalian hayati adalah pengendalian hama dengan menggunakan jenis organisme hidup lain (predator, parasitoid, pathogen) yang mampu menyerang hama. Di suatu daerah hampir semua serangga dan tunggau mempunyai sejumlah musuh - musuh alami. Tersedianya banyak makanan dan tidak adanya agen - agen pengendali alami akan menyebabkan meningkatnya populasi hama. Populasi hama ini dapat pula meningkat akibat penggunaan bahan-bahan kimia yang tidak tepat sehingga dapat membunuh musuh-musuh alaminya. Sebagai contoh, meningkatnya populasi tunggau di Australia diakibatkan meningkatnya penggunaan DDT.

Dua jenis organisme yang digunakan untuk pengendalian hayati terhadap serangga dan tunggau adalah parasit dan predator. Parasit selalu berukuran lebih kecil dari organisme yang dikendalikan oleh (host), dan parasit ini selama atau sebagian waktu dalam siklus hidupnya berada di dalam atau menempel pada inang. Umumnya parsit merusak tubuh inang selama peerkembangannya. Beberapa jenis parasit dari anggota tabuhan (Hymenoptera), meletakkan telurnya didalam tubuh inang dan setelah dewasa serangga ini akan meninggalkan inang dan mencari inang baru untuk meletakkan telurnya.

Sebaliknya predator mempunyai ukuran tubuh yang lebih besar sari serangga yang dikendalikan (prey), dan sifat predator secara aktif mencari mangsanya, kemudian memakan atau mengisap cairan tubuh mangsa sampai mati. Beberapa kumbang Coccinella merupakan predator aphis atau jenis serangga lain yang baik pada fase larva maupun dewasanya. Contoh lain serangga yang bersifat sebagai predator adalah Chilocorus, serangga ini sekarang telah dimanfaatkan sebagai agensia pengendali hayati terhadap hama kutu perisai (Aspidiotus destructor) pada tanaman kelapa.

Agar predator dan tanaman ini sukses sebagai agen pengendali biologis terhadap serangga, maka harus dapat beradaptasi dulu dengan lingkungan tempat hidup serangga hama. Predator dan parasit itu harus dapat beradaptasi dengan cepat pada lingkungan yang baru. Parasit dan predator juga harus bersifat spesifik terhadap hama dan mampu mencari dan membunuhnya.

Parasit harus mempunyai siklus hidup yang lebih pendek daripada inangnya dan mampu berkembang lebih cepat dari inangnya. Siklus hidup parasit waktunya harus sinkron dengan inangnya sehingga apabila saat populasi inang meningkat maka saat peningkatan populasi parasit tidak terlambat datangnya. Predator tidak perlu mempunyai siklus hidup yang sama dengan inangnya, karena pada umumnya predator ini mempunyai siklus hidup yang lebih lama daripada inangnya dan setiap individu predator mampu memangsa beberapa ekor hama.

Baik parasit maupun predator mempunyai ratio jantan dan betina yang besar, mempunyai keperidian dan kecepatan hidup yang tinggi serta memiliki kemampuan meenyebar yang cepat pada suatu daerah dan serangga - serangga itu secara efektif mampu mencari inang atau mangsanya.

Beberapa parasit fase dewasa memerlukan polen dan nektar, sehingga untuk pelepasan dan pengembangan parasit pada suatu daerah, yang perlu diperhatikan adalah daerah tersebut banyak tersedia polen dan nektar yang nanti dapat digunakan sebagai pakan tambahan.

Parasit yang didatangkan dari suatu daerah, mula - mula dipelihara dahulu di karantina selama beberapa saat agar serangga ini mampu beradaptasi dan berkembang. Selama pemeliharaan di dalam karantina, serangga-serangga ini dapat diberi pakan dengan pakan buatan atau mungkin dapat pula digunakan inangnya yang dilepaskan pada tempat pemeliharaan. Setelah dilepaskan di lapangan populasi parasit ini harus dapat dimonitor untuk mengetahui apakah parasit iru sudah mapan, menyebar dan dapat berfungsi sebagai agen pengendali biologis yang efektif; dan bila memungkinkan serangga ini mampu mengurangi populasi hama relatif lebih cepat dalam beberapa tahun.

Contoh pengendalian biologis yang pernah dilakukan di Australia adalah pengendalian Aphis dengan menggunakan tabuhan chalcid atau pengendalian kutu yang menyerang jeruk dengan menggunakan tabuhan Aphytes.

Selain menggunakan parasit dan predator, untuk menekan populasi serangga hama dapat pula memanfaatkan beberapa pathogen penyebab penyakit pada serangga. Seperti halnya dengan binatang lain, serangga bersifat rentan terhadap penyakit yang disebabkan oleh bakteri, cendawan, virus dan protozoa. Pada kondisi lingkungan yang cocok beberapa jenis penyakit akan menajdi wabah epidemis. Penyakit tersebut secara drastis mampu menekan populasi hama hanya dalam beberapa hari.

Beberapa jenis bakteri, misal Bacillus thuringiensis secara komersial diperdagangkan dalam bentuk spora, dan bakteri ini dipergunakan untuk menyemprot tanaman seperti halnya insektisida. Yang bersifat rentan terhadap bahan ini adalah fase ulat, dan bilamana ulat-ulat itu makan spora, maka akhirnya bakteri akan berkembang di dalam usus serangga hama, akhirnya bakteri itu menembus usus dan masuk ke dalam tubuhnya, sehingga akhirnya larva akan mati.

Jamur dapat pula digunakan untuk mengendalikan serangga hama, sebagai contoh Entomorpha digunakan untuk mengendalikan Aphis yang menyerang alfafa; spesies Beauveria untuk mengendalikan ulat dan Metarrhizium anisopliae sekarang sudah dikembangkan secara masal dengan medium jagung. Jamur ini digunakan untuk mengendalikan larva Orycetes rhinoceros yang imagonya merupakan penggerek pucuk kelapa.

Lebih dari 200 jenis virus mampu menyerang serangga. Jenis virus yang telah digunakan untuk mengendalikan hama adalah Baculovirus untuk menekan populasi Orycetes rhinoceros; Nuclear polyhidrosis virus yang telah digunakan untuk mengendalikan hama Heliothis zeae pada tongkol jagung, bahan tersebut telah banyak digunakan di AS, Eropa dan Australia. Virus tersebut masuk dan memperbanyak diri dalam sel inang sebelum menyebar ke seluruh tubuh. Inti dari sel - sel yang terserang menjadi besar, kemudian virus tersebut menuju ke rongga tubuh akhirnya inang akan mati.

Metode pengelolaan agen pengendali biologi terhadap serangga hama meliputi :

1. Introduksi, yakni upaya mendatangkan musuh alami dari luar (exotic) ke wilayah yang baru (ada barier ekologi).
2. Konservasi, yakni upaya pelestarian keberadaan musuh alami di suatu wilayah dengan antara lain melalui pengelolaan habitat.
3. Augmentasi, parasit dan predator lokal yang telah ada diperbanyak secara massal pada kondisi yang terkontrol di laboratorium sehingga jumlah agensia sangat banyak, sehingga dapat dilepas ke lapangan dalam bentuk pelepasan inundative.

D. PENGENDALIAN DENGAN VARIETAS TAHAN

Beberapa varietas tanaman tertentu kuran dapat diserang oleh serangga hama atau kerusakan yang diakibatkan oleh serangan hama relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan varietas lain. Varietas tahan tersebut mempunyai satu atau lebih sifat-sifat fisik atau fisiologis yang memungkinkan tanaman tersebut dapat melawan terhadap serangan hama.

Mekanisme ketahanan tersebut secara kasar dapat dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu :

1. Toleransi

Tanaman yang memiliki kemampuan melawan serangan serangga dan mampu hidup terus serta tetap mampu berproduksi, dapat dikatakan sebagai tanaman yang toleran terhadap hama. Toleransi ini sering juga tergantung pada kemampuan tanaman untuk mengganti jaringan yang terserang, dan keadaan ini berhubungan dengan fase pertumbuhan dan kerapatan hama yang menyerang pada suatu saat.

2. Antibiosis

Tanaman - tanaman yang mengandung toksin (racun) biasanya memberi pengaruh yang kurang baik terhadap serangga. Tanaman yang demikian dikatakan bersifat antibiosis. Tanaman ini akan mempengaruhi banyaknya bagian tanaman yang dimakan hama, dapat menurutkan kemampuan berkembang biak dari hama dan memperbesar kematian serangga. Tanaman kapas yang mengandung senyawa gossypol dengan kadar tinggi mempunyai ketahanan yang lebih baik bila dibandingkan dengan yang mengandung kadar yang lebih rendah, karena bahan kimia ini bekerja sebagai antibiosis terhadap jenis serangga tertentu.

3. Non prefens

Jenis tanaman tertentu mempunyai sifat fisik dan khemis yang tidak disukai serangga. Sifat - sifat tersebut dapat berupa tekstur, warna, aroma atau rasa dan banyaknya rambut sehingga menyulitkan serangga untuk meletakkan telur, makan atau berlindung. Pada satu spesies tanaman dapat pula terjadi bahwa satu tanaman kurang dapat terserang serangga dibanding yang lain. Hal ini disebabkan adanya perbedaan sifat yang ada sehingga dapat lebih menarik lagi bagi serangga untuk memakan atau meletakkan telur. Contoh pengendalian hama yang telah memanfaatkan varietas tahan adalah pengendalian terhadap wereng coklat pada tanaman padi, pengendalian terhadap kutu loncat pada lamtoro, pengendalian terhadap Empoasca pada tanaman kapas.

E. PENGENDALIAN HAMA DENGAN PENGATURAN CARA BERCOCOK TANAM

Pada dasarnya pengendalian ini merupakan pengendalian yang bekerja secara alamiah, karena sebenarnya tidak dilakukan pembunuhan terhadap hama secara langsung. Pengendalian ini merupakan usaha untuk mengubah lingkunagn hama dari keadaan yang cocok menjadi sebaliknya. Dengan mengganti jenis tanaman pada setiap musim, berarti akan memutus tersedianya makanan bagi hama-hama tertentu.

Sebagai contoh dalam pengendalian hama wereng coklat (Nilaparvata lugens) diatur pola tanamnya, yakni setelah padi - padi, pada periode berikutnya supaya diganti dengan palawija. Cara ini dimaksudkan untuk menghentikan berkembangnya populasi wereng. Cara di atas dapat pula diterapkan pada hama lain, khususnya yang memiliki inang spesifik. Kebaikan dari pengendalian hama dengan mengatur pola tanam adalah dapat memperkecil kemungkinan terbentuknya hama biotipe baru. Cara - cara pengaturan pola tanam yang telah diterapkan pada pengendalian wereng coklat adalah :

a. Tanam serentak meliputi satu petak tersier (wikel) dengan selisih waktu maksimal dua minggu dan selisih waktu panen maksimal 4 minggu, atau dengan kata lain varietas yang ditanam relatif mempunyai umur sama. Dengan tanam serentak diharapkan tidak terjadi tumpang tindih generasi hama, sehingga lebih mudah memantau dan menjamin efektifitas pengendalian, karena penyemprotan dapat dilakukan serentak pada areal yang luas.

b. Pergiliran tanaman meliputi areal minimal satu WKPP dengan umur tanaman relatif sama.

c. Pergiliran varietas tahan. Untuk daerah-daerah yang berpengairan baik, para petani pada ummnya akan menanam padi - padi sepanjang tahun. Kalau pola demikian tidak dapat diubah maka teknik pengendalian yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan pergiliran varietas yang ditanam. Pada pengendalian ini diusahakan supaya digunakan varietas yang mempunyai tetua berbeda, dengan demikian dapat menghambat terbentuknya wereng biotipe baru.

F. PENGENDALIAN HAMA DENGAN SANITASI DAN ERADIKASI

Beberapa jenis hama mempunyai makanan, baik berupa tanaman yang diusahakan manusia maupun tanaman liar (misal rumput, semak - semak, gulam dan lain - lain). Pada pengendalian dengan cara sanitasi eradikasi dititikberatkan pada kebersihan lingkungan di sekitar pertanaman. Kebersihan lingkungan tidak hanya terbatas di sawah yang ada tanamannya, namun pada saat bero dianjurkan pula membersihkan semak-semak atau turiang-turiang yang ada. Pada musim kemarau sawah yang belum ditanami agar dilakukan pengolahan tanah terlebih dahulu. Hal ini dimaksudkan untuk membunuh serangga-serangga yang hidup di dalam tanah, memberikan pengudaraan (aerasi), dan membunuh rerumputan yang mungkin merupakan inang pengganti suatu hama tertentu.

Contoh pengendalian dengan eradikasi terhadap serangan hama wereng coklat adalah :

a. Pada daerah serangan wereng coklat tetapi bukan merupakan daerah serangan virus, eradikasi dilakukan pada tanaman padi yang telah puso. Pada daerah serangan berat eradikasi hendaknya diikuti pemberoan selama 1 - 2 bulan atau mengganti dengan tanaman selain padi.

b. Pada daerah serangan hama wereng yang juga merupakan daerah serangan virus, eradikasi dilakukan sebagai berikut :

1). Eradikasi selektif dilakukan pada padi stadia vegetatif yang terserang virus dengan intensitas sama dengan atau kurang dari 25 % atau padi stadia generatif dengan intensitas serangan virus kurang dari 75 %.

2). Eradikasi total dilakukan terhadap pertanaman statdia vegetatif dengan intensitas serangan virus lebih besar dari 25 % atau pada padi stadia generatif dengan intensitas serangan virus lebih besar sama dengan 75 %.

Cara melakukan eradikasi adalah dengan membabat tanaman yang terserang hama, kemudian membakar atau membenamkan ke dalam tanah.

G. PENGENDALIAN KIMIA

Bahan kimia akan digunakan untuk mengendalikan hama bilamana pengendalian lain yang telah diuarikan lebih dahulu tidak mampu menurunkan populasi hama yang sedang menyerang tanaman.

Kelompok utama pestisida yang digunakan untuk mengendalikan serangga hama dengan tunggau adalah insektisida, akarisida dan fumigan, sedang jenis pestisida yang lain diberi nama masing-masing sesuai dengan hama sasarannya. Dengan demikian penggolongan pestisida berdasar jasad sasaran dibagi menjadi :

a. Insektisida : yaitu racun yang digunakan untuk memberantas jasad pengganggu yang berupa serangga. Contoh : Bassa 50 EC Kiltop 50 EC dan lain - lain.

b. Nematisida : yaitu racun yang digunakan untuk memberantas jasad pengganggu yang berupa cacing - cacing parasit yang biasa menyerang akar tanaman. Contoh : Furadan 3 G.

c. Rodentisida : yaitu racun yang digunakan untuk memberantas binatang - binatang mengerat, seperti misalnya tupai, tikus. Contoh : Klerat RM, Racumin, Caumatatralyl, Bromodoiline dan lain - lain.

d. Herbisida : adalah pestisida yang digunakan untuk mengendalikan gulam (tanaman pengganggu). Contoh : Ronstar ODS 5 / 5 Saturn D.

e. Fungisida : digunakan untuk memberantas jasad yang berupa cendawan (jamur). Contoh : Rabcide 50 WP, Kasumin 20 AB, Fujiwan 400 EC, Daconil 75 WP, Dalsene MX 2000.

f. Akarisida : yaitu racun yang digunakan untuk mengendalikan jasad pengganggu yang berupa tunggau. Contoh : Mitac 200 EC, Petracrex 300 EC.

g. Bakterisida : yaitu racun yang digunakan untuk mengendalikan penykit tanaman yang disebabkan oleh bakteri. Contoh : Ffenazin - 5 - oksida (Staplex 10 WP).

Insektisida dapat pula dibagi menurut jenis aktivitasnya. Kebanyakan insektisida bersifat racun bilamana bersentuhan langsung atau tertelan serangga. Namun ada pula jenis lain yang bersifat sebagai repelen (jenis ini digunakan untuk mencegah serangga yang akan menyerang tanaman), atraktan (bahan yang dapat menarik serangga, dengan demikian serangga yang terkumpul akan lebih mudah terbunuh), anti feedan (senyawa ini dapat menghindarkan dari serangan suatu serangga) dan khemosterilan (yang dapat menyebabkan kemandulan bagi serangga yang terkena).

Menurut sifat kecepatan meracun, pestisida digolongkan menjadi :

1. Racun kronis : yaitu racun yang bekerjanya sangat lambat sehingga untuk mematikan hama membutuhkan waktu yang sangat lama. Contoh : racun tikus Klerat RMB.

2. Racun akut : adalah racun yang bekerjanya sangat cepat sehingga kematian serangga dapat segera diketahui setelah racun tersebut mengenai tubuhnya. Contoh : Bassa 50 EC, Kiltop 50 EC, Baycarb 50 EC dan lain - lain.

Ditinjau dari cara bekerjanya, pestisida dibagi menjadi :
1. Racun perut

Racun ini terutama digunakan untuk mengendalikan serangga yang mempunyai tipe alat mulut pengunyah (ulat,belalang dan kumbang), namun bahan ini dapat pula digunakan terhadap hama yang menyerang tanaman dengan cara mengisap dan menjilat. Bahan insektisida ini disemprotkan pada bagian yang dimakan serangga sehingga racun tersebut akan tertelan masuk ke dalam usus, dan di sinilah terjadi peracunan dalam jumlah besar.

Ada 4 cara aplikasi racun perut terhadap serangga :

a. Insektisida diaplikasikan pada makanan alami serangga sehingga bahan tersebut termakan oleh serangga sasaran. Bahan makanan itu dapat berupa daun, bulu-bulu / rambut binatang. Dalam aplikasinya, bahan - bahan makanan serangga harus tertutup rata oleh racun pada dosis lethal sehingga hama yang makan dapat mati.

b. Insektisida dicampur dengan bahan atraktan dan umpan itu ditempatkan pada suatu lokasi yang mudah ditemukan serangga.

c. Insektisida ditaburkan sepanjang jalan yang bisa dilalui hama. Selagi hama itu lewat biasanya antene dan kaki akan bersentuhan dengan insektisida atau bahkan insektisida itu tertelan. Akibatnya hama mati.

d. Insektisida diformulasikan dalam bentuk sistemik, dan racun ini diserap oleh tanaman atau tubuh binatang piaraan kemudian tersebar ke seluruh bagian tanaman atau badan sehingga apabila serngga hama tersebut mengisap cairan tanaman atau cairan dari tubuh binatang (terutama hama yang mempunyai tipe mulut pengisap, misal Aphis) dan bila dosis yang diserap mencapai dosis lethal maka serangga akan mati.

2. Racun kontak

Insektisida ini masuk ke dalam tubuh serangga melalui permukaan tubuhnya khususnya bagian kutikula yang tipis, misal pada bagian daerah perhubungan antara segmen, lekukan-lekukan yang terbentuk dari lempengan tubuh, pada bagian pangkal rambut dan pada saluran pernafasan (spirakulum). Racun kontak itu dapat diaplikasikan langsung tertuju pada jasad sasaran atau pada permukaan tanaman atau pada tempat - tempat tertentu yang biasa dikunjungi serangga. Racun kontak mungkin diformulasikan sebagai cairan semprot atau sebagai serbuk. Racun kontak yang telah melekat pada serangga akan segera masuk ke dalam tubuh dan disinilah mulai terjadi peracunan.

Yang digolongkan sebagai insektisida kontak adalah :

a. Bahan kimia yang berasal dari kestrak tanamaan, seperti misalnya nikotin, rotenon, pirethrum.

b. Senyawa sintesis organik, misal BHC, DDT, Chlordan, Toxaphene, Phosphat organik.

c. Minyak dan sabun.

d. Senyawa anorganik seperti misalnya Sulfur dan Sulfur kapur.

3. Racun pernafasan

Bahan insektisida ini biasanya bersifat mudah menguap sehingga masuk ke dalam tubuh serangga dalam bentuk gas. Bagian tubuh yang dilalui adalah organ - organ pernafasan seperti misalnya spirakulum. Oleh karena bahan tersebut mudah menguap maka insektisida ini juga berbahaya bagi manusia dan binatang piaraan. Racun pernafasan bekerja dengan cara menghalangi terjadinya respirasi tingkat selulair dalam tubuh serangga dan bahan ini sering dapat menyebabkan tidak aktifnya enzim-enzim tertentu. Contoh racun nafas adalah : Hidrogen cyanida dan Carbon monoksida.

4. Racun Syaraf

Insektisida ini bekerja dengan cara menghalangi terjadinya transfer asetikholin estrase yang mempunyai peranan penting dalam penyampaian impul. Racun syaraf yang biasa digunakan sebagai insektisida adalah senyawa organo klorin, lindan, carbontetraclorida, ethylene diclorida : insektisida-insektisida botanis asli seperti misalnya pirethin, nikotin, senyawa organofosfat (parathion dan dimethoat) dan senyawa karbanat (methomil, aldicarb dan carbaryl).

5. Racun Protoplasmik

Racun ini bekerja terutama dengan cara merusak protein dalam sel serangga. Kerja racun ini sering terjadi di dalam usus tengah pada saluran pencernaan.Golongan insektisida yang termasuk jenis ini adalah fluorida, senyawa arsen, borat, asam mineral dan asam lemak, nitrofenol, nitrocresol, dan logam - logam berat (air raksa dan tembaga).

6. Racun penghambat khitin

Racun ini bekerja dengan cara menghambat terbentuknya khitin. Insektisida yang termasuk jenis ini biasanya bekerja secara spesifik, artinya senyawa ini mempunyai daya racun hanya terhadap jenis serangga tertentu. Contoh : Applaud 10 WP terhadap wereng coklat.

8. Racun sistemik

Insektisida ini bekerja bilamana telah terserap tanaman melalui akar, batang maupun daun, kemudian bahan-bahan aktifnya ditranslokasikan ke seluruh bagian tanaman sehingga bilamana serangga mengisap cairan atau memakan bagian tersebut akan teracun.

Pestisida adalah merupakan racun, baik bagi hama maupun tanaman yang disemprot. Mempunyai efek sebagai racun tanaman apabila jumlah yang disemprotkan tidak sesuai dengan aturan dan berlebihan (overdosis), karena keadaan ini dapat mengakibatkan terjadinya kebakarn tanaman. Untuk memperoleh hasil pengendalian yang memadai namun pertumbuhan tanaman tidak terganggu, pemakaian pestisida hendaknya memperhatikan kesesuaiannya, baik tepat jenis, tepat waktu maupun tepat ukuran (dosis dan konsentrasi). Dosis adalah banyaknya pestisida yang digunakan untuk mengendalikan hama secara memadai pada lahan seluas 1 ha. Konsentrasi adalah banyaknya pestisida yang dilarutkan dalam satu liter air.

Untuk menyesuaikan dengan kondisi setempat serta memperoleh efektifitas pengendalian yang tinggi maka oleh perusahaan pestisida, satu bahan aktif dibuat dalam bermacam-macam formulasi.

Tujuan dari formulasi ini adalah :

1. Mempermudah penyimpanan.

2. Mempermudah penggunaan.

3. Mengurangi daya racun yang berlebihan.

Pestisida terbuat dari campuran antara dua bahan, yaitu bahan aktif (bahan pestisida yang mempunyai daya racun) dan bahan pembawa / inert (bahan pencampur yang tidak mempunyai daya racun).

Macam-macam formulasi yang banyak dibuat oleh perusahaan pembuat pestisida adalah :

1. Formulasi dalam bentuk cairan

a. Cairan yang diemulsikan.

Biasanya ditandai dengan kode EC (Emulsifeable Concentrate) yaitu cairan yang diemulsikan. Pestisida ini dalam bentuk asli berwarna bening setelah dicampur air akan membentuk emulsi yang berwarna putih susu. Contoh : Dharmabas 50 EC, Bassa 50 EC dan lain - lain.

b. Cairan yang dapat dilarutkan.

Formulasi ini biasanya ditandai dengan kode WSC atau SCW yaitu kependekan dari Soluble Concentrated in Water. Pestisida ini bila dilarutkan dalam air tidak terjadi perubahan warna (tidak membentuk emulsi sehingga cairan tersebut tetap bening). Contoh : Azodrin 15 WSC.

2. Bentuk Padat

a. Berupa tepung yang dapat dilarutkan, dengan kode SP (Soluble Powder). Penggunaannya disemprotkan dengan sprayer. Contoh : Sevin 85 SP.

b. Berupa tepung yang dapat dibasahi dengan merek dagang WP (Weatable Powder). Pestisida ini disemprotkan dengan dicampur air. Karena sifatnya tidak larut sempurna, maka selama menyemprot seharusnya disertai dengan pengadukan secara terus-menerus.Contoh: Aplaud 10 WP.

c. Berupa butiran dengan kode G (Granulair). Aplikasi pestisida ini adalah dengan menaburkan atau membenamkan dekat. Contoh : Furadan 3 G, Dharmafur 3 G.

d. Campuran umpan (bait). Pestisida ini dicampur dengan bahan makanan yang disukai hama, kemudian diumpankan. Contoh : Klerat RMB.

RANGKUMAN

Pengendalian hama merupakan upaya manusia untuk mengusir, menghindari dan membunuh secara langsung maupun tidak langsung terhadap spesies hama. Pengendalian hama tidak bermaksud memusnahkan spesies hama, melainkan hanya menekan sampai pada tingkat tertentu saja sehingga secara ekonomi dan ekologi dapat dipertanggungjawabkan.

Falsafah pengendalian hama yang digunakan adalah Pengelolaan / Pengendalian Hama Terpadu (PHT). PHT tidak pernah mengandalkan satu taktik pengendalian saja dalam memcahkan permasalahan hama yang timbul, melainkan dengan tetap mencari alternatif pengendalian yang lain.

Beberapa taktik pengendalian hama yang dikenal meliputi : taktik pengendalian secara mekanis, fisis, hayati, dengan varietas tahan, mengatur pola tanam, sanitasi dan eradikasi, dan cara kimiawi.

sumber: http://cerianet-agricultur.blogspot.com
mzt14n