pranoto mongso

Kamis, 12 Agustus 2010

Musuh Alami Pengganggu Tanaman






Ekosistem yang semakin lama tidak seimbang menyebabkan pengaruh / dampak kepada sektor pertanian, disamping karena punahnya bebarapa hewan yang berfungsi sebagai musuh alami, dan juga perilaku manusia yang tidak memperhatikan keseimbangan tersebut.
salah satu faktor yang menyebabkan ketidakseimbangan itu juga antara lain penggunaan bahan - bahan kimia yang tidak ramah lingkungan dan tidak tepat waktu, fungsi maupun sasarannya. untuk itu diperlukan langkah - langkah demi menyelamatkan keseimbangan ekosistem tersebut sehingga para petani dapat mengurangi kegiatannya dalam rangka pengendalian hama maupun penyakit secara terpadu, sehingga menciptakan pola pertanian yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
adanya mosi tidak percaya para petani dalam mengendalikan hama " nek ora disemprot ora marem " malah akan menyebabkan resiko yang semakin parah diwaktu yang akan datang.
dalam suatu pepatah " tidak ada penyakit yang tidak ada obatnya " diiringi juga " tidak ada makhluk yang diciptakan tanpa guna, dan setiap makhluk hidup akan di jamin kehidupannya dari makanan, rejeki, jodoh dan lainnya" tampaknya berlaku untuk semua yang bernyawa.
berbagai sumber telah kami cari untuk membuka wawasan mengenai pengendalian hama terpadu semoga bermanfaat ..
Musuh alami adalah organism yang ditemukan di alam yang dapat membunuh serangga sekaligus, melemahkan serangga, sehingga dapat mengakibatkan kematian pada serangga, dan mengurangi fase reproduktif dari serangga. Musuh alam biasanya mengurangi jumlah populasi serangga, inang atau pemangsa, dengan memakan individu serangga.

Untuk beberapa spesies, musuh alami merupakan kekuatan utama yang mengatur dinamika populasi serangga, sehingga penting bagi kita untuk mengetahui bagaimana musuh alami dapat mempengaruhi populasi serangga untuk mengestimasi pengaruhnya. Untuk menjelaskan kepadatan populasi serangga dan memprediksi terjadinya outbreaks.

Dalam pest management program, kita perlu memahami musuh alami untuk memanipulasinya di lapangan sebagai pengendali hama.

Pengendalian hayati (biological control) adalah taktik pengendalian hama yang melibatkan manipulasi musuh alami hama yang menguntungkan untuk memperoleh pengurangan jumlah populasi dan status hama di lapangan.

Biological control berbeda dengan natural control, natural control dalam prakteknya melibatkan agen lain selain musuh alami, misalnya cuaca atau makanan. Beberapa author mengungkapkan bahwa biological control dalam arti luas termasuk semua metode yang melibatkan organism hidup sebagai bagian dari taktik pengendalian, seperti penggunaan inang yang resisten, pelepasan serangga steril, atau manipulasi genetic.

Sejarah Pengendalian Biologi

Biological control merupakan salah satu cara pengendalian hama yang tertua. Pada abad empat sudah digunakan semut untuk menekan populasi hama pada jeruk di China.

Kesuksesan yang cukup fenomenal dari aplikasi biological control ini adalah introduksi serangga predator yaitu Rodolia cardinalis (kumbang vedalia) untuk mengendalikan Icerya purcasi ( hama pada jeruk )

Kemudian juga ditemukan lalat parasit. Kemudian berkembang pada penggunaan serangga untuk mengendaliakan beberapa gulma pada pertanaman kaktus berduri, di australi dan Klamath di bagian barat amerika serikat.

602 percobaan pengendalian biologi klasik ditemukan di seluruh dunia. Rata – rata kesuskesan mencapai 16 persen, dan partial success (mengurangi dan tidak menghilangkan permasalahan hama) adalah sebanyak 58 %. Pada survey ini, kesuksesan pengendalian hama didapati pada ordo homoptera (30%), hemiptera (15%), lepidoptera (6%) dan coleopteran (4%).

Teori Pengendalian Biologi

Teori biological control pada dasarnya tidak berbeda dengan prinsip – prinsip ekologi dan dinamika populasi. Seperti yang didiskusikan sebelumnya, banyak factor lingkungan yang mengatur kepadatan populasi, juga batas – batas fluktuasi serangga. Hal ini termasuk density – independent dan perfectly and imperfectly density dependent factor. ]

Pada konteks pengendalian biologi, telah terdapat pengaturan populasi hama dan hubungan serangga dengan musuh alaminya bersifat imperfectly density dependent factor (ada factor – factor yang tidak bebas, kadang – kadang membatasi jumlah individu dalam populasi contohnya parasitoid/predator mempunya luasan tertentu untuk mengatur populasi mangsa)

Tujuan dari biological control : salah satunya adalah untuk mengintroduksi musuh alami atau memanipulasi jumlah musuh alami yang ada yang sehingga menyebabkan terjadinya fluktuasi kepadatan hama sampai dibawa ambang luka ekonomi,

Goal dari program biological control ini adalah terciptanya suatu self sustaining sytem (system pertahanan diri). Sebagai contoh, musuh alami yang diintroduksikan ke dalam suatu area dengan harapan akan stabil pada area tersebut, Karena jumlah hama berfluktuasi dibawah ambang luka ekonomi (EIL), dan dilanjutkan pada penurunan kepadatan populasi tanpa adanya manipulasi lebih jauh. Tentu saja, dengan menerapkan system ini tidak mengeliminasi keseluruhan jumlah populasi hama yang ada di lapangan karena jika menghabiskan semua populasi hama, makan akan memutus ketersediaan makanan bagi musuh alami.

Mekanisme dari self sustaining system, secara teori, berdasarkan pada ketersediaan makanan yang ada dan kemamampuan reproduksi Dari musuh alami. Dalam hal ini, peningkatan populasi hama yang ada di area berarti ketersediaan makanan bagi musuh alami juga semakin banyak,sehingga populasi musuh alami juga mengalami peningkatan (Ekspansi). Ketika ekpansi terjadi, peningkatan proporsi dari populasi hama akan mengalami gangguan, sehingga mengurangi juga ketersediaan pakan bagi musuh alami. Kekurangan pakan ini akan berakibat pada penurunan tingkat reproduksi, menyebabkan penurunan populasi musuh alami. Ketika jumlah musuh alami menurun, maka tekanan terhadap populasi hama semakin menurun, sehingga jumlah hama di lapangan akan meningkat, ketika jumlah hama di lapangan meningkat, makan populasi musuh alami juga akan meningkat. (not so imperfectly dependable or smoothly operating)

Respon yang terjadi antara hama dan musuh alami, adalah respon numeric, dimana peningkatan jumlah populasi hama di lapangan juga meningkatkan jumlah populasi musuh alami di lapangan/

Agensia Musuh Alami

Parasit and Parasitoid

Parasit adalah organism yang hidup menumpang pada inangnya yang berukuran lebih besar. Parasit mengambil makanan dari tubuh inangnya, parasit juga dapat melemahkan inangnya dan membunuh inangnya,

Parasitoid adalah serangga yang memparasitisasi serangga atau arhtropoda lainnya. Biasanya bersifat parasitic pada fase immature dan hidup bebas ketika memasuki fase dewasa,. Pada umumnya, parasitoid membunuh inang, namun dalam beberapa keadaan, inang bisa hidup dulu sebelum mengalami kematian.

6 ordo serangga (86 families) berpotensi sebagai parasitoid :

- Coleoptera

- Diptera (Tachinidae)

- Hymenoptera (Ichneumonidae, Braconidae dan Chalcidoidae)

- Lepidoptera

- Neuropteran

- Strepsiptera

Parasitoid juga melakukan penetrasi pada dinding tubuh dan bertelur di dalam tubuh inang atau meletakkan telurnya di luar tubuh inang. Kemudian dari telur tersebut menetas larva yang kemudian menetas dalam tubuh inang.

Parasitoid umumnya digunakan sebagai agen biocontrol, karena memiliki keuntungan sebagai berikut :

1. Daya survivalnya cukup baik
2. Hanya memerlukan satu (atau beberapa inang) untuk melengkapi perkembangan parasitoid
3. Populasi parasitoid bisa sustain pada jumlah inang yang sedikit.
4. Kebanyakan parasitoid memiliki kisaran inang yang sempit, seringkali menghasilkan respon numeric yang baik terhadap kepadatan inang.

Sedangkan beberapa kekurangan penggunaan parasitoid, adalah sebagai berikut :

1. Kapasitas pencarian inang dapat berkurang dengan cepat karena sangat dipengaruhi oleh suhu atau factor lainnya.
2. Hanya betina melakukan pencarian, dan seringkali pencari yang baik hanya menghasilkan sedikit telur.

Sinkronisasi juga merupakan suatu masalah sulit yang dihadapi parasitoid,. Untuk menjadi efektif, siklus hidup parasitoid harus bertepatan dekat dengan inangnya sebelum menjadi stabil dan terjadi supresi. Sinkronisasi bisa tergantung oleh beberapa kondisi lingkungan, yang menyebabkan parasitoid gagal untuk mengurangi jumlah inang secara signifikan.

Nematoda parasit serangga.

Penggunaan nematode sebagai agen pengendali hayati telah dilakukan pada beberapa jenis hama, diantaranya bark bettles ( Coleptera : Scolytidae), Belalang (acrididae) dab black flies ( Diptera : simuliidae)

Contoh nematode yang digunakan dalam praktek pengendalian hayati : Mermithidae, Neotylenchidae, dan Steinernematidae,.

Parasit yang tidak menguntungkan

Parasitoid juga memiliki parasit yang membunuh mereka ketika parasitoid sedang tumbuh di dalam tubuh inangnya, atau dikenal dengan hyperparasitism. Parasit yang pertama kali memparasit dinamakan parasit primer, kemudian yang selanjutnya dinamakan parasitoid sekunder.

Predator

Predator adalah organism yang hidup bebas yang memangsa organism lainnya. Predator dapat menyerang dari mulai fase immature (pra dewasa) sampai dengan fase dewasa dari serangga mangsa. Dan untuk mencapai fase dewasa, predator membutuhkan lebih dari satu individu inang.

Predator serangga di alam, terdiri dari burung,ikan, ampibi, reptile, mamalia dan arthropoda. Pada umumnya yang biasanya digunakan sebagai agen biocontrol dalam pengendalian hama adalah serangga dan tungau (mites).

Jenis – jenis predator :

1. Predator monofagus : adalah predator yang hanya memakan satu jenis mangsa
2. Predator oligofagus : memakan beberapa jenis mangsa
3. Predator polifagus : memakan banyak jenis mangsa.

Keuntungan dari predator yang bersifat polyfagus adalah bisa bertahan pada kondisi jumlah populasi mangsa yang sedikit, karena bisa mendapatkan mangsa alternatif

Karakteristik Preadator

1. Dapat membunuh mangsa dengan cepat
2. Hampir semua individu pada populasi mangsa/hama (jantan, betina., immature, ataupun dewasa) dapat dimangsa oleh predator
3. Sinkronisasi antara predator dengan mangsa bukan merupakan suatu masalah.

Akan tetapi penggunaan predator dalam program pengendalian hama, tidak sebanyak penggunaan parasitoid.

Mikroorganisme Patogenik

Mikroorganisme yang pertama kali ditemukan menyerang serangga adalah mikroorganisme yang menyerang lebah Apis melifera dan ulat sutera Bombyx morii.

Mikroorganisme yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit pada serangga terdiri dari bakteri, virus, protozoa, fungi dan rickettsia. Mikroorganisme ini menyebabkan penyakit yang membunuh serangga sekaligus, mengurangi kemampuan reproduksi serangga, dan memperlambat pertumbuhan dan perkembangan serangga. Organism ini dapat menyebabkan epidemic penyakit pada populasi serangga secara alami, dan pemahaman mengenai cara kerja mikroorganisme ini merupakan bagian penting dalam memprediksi dinamika populasi pada banyak hama.

Mikroba yang digunakan dalam program pengendalian hama, dinamakan microbial insecticide. Beberapa contoh insektisida mikroba yang telah digunakan sebagai agen pengendali hayati adalah sebagai berikut :

1. Genus Bacillus, misalnya B. popiliae untuk mengendalikan Japanese bettle Popilia japonica. Bacillus thuringensis (Bt) yang dapat digunakan untuk mengendalikan hama pada banyak spesies ngengat (lepidoptea), nyamuk (Diptera ; Culicidae) dan beberapa jenis kumbang (coleoptera).
2. Virus merupakan salah satu agen biocontrol yang berpotensi, salah satunya adalah virus yang berasal dari golongan Nuclear Polyhidrosis Virus (NPV). Selain itu, granulosis, cytoplasmic polyhedrosis, and entomox viruses juga berpotensi sebagai biocontrol.

Masa depan pengendalian hayati dengan menggunakan mikroba patogenik memiliki prospek yang cukup baik, terkait dengan issue pencemaran produk pertanian dan kontaminasi lingkungan.

Peningkatan teknologi dalam bioteknologi sebaiknya dapat menurunkan biaya produksi dari insektisida mikroba dan meningkatkan efisiensi.

Praktek Pengendalian Hayati

Praktek pengendalian hayati terdiri dari tiga macam cara yaitu : introduksi, augmentasi, dan konservasi.

Introduksi

Introduksi merupakan praktek klasik dalam pengendalian biologi, dikenal juga dengan istilah importation, karena program biocontrol yang pertama muncul menggunakan cara ini.

Dasar dari praktek pengendalian ini adalah mengidentifikasi musuh alami yang mengatur populasi hama pada lokasi aslinya, kemudian diintroduksikan ke dalam suatu daerah yang baru untuk mengendalikan hama, kemudian musuh alami akan reasosiasi dengan mangsa/inangnya.

Harapan dari musuh alami yang diintroduksikan, akan menjadi stabil di lapangan, dan secara permanent mengurangi populasi serangga hama, sehingga berada di bawah ambang ekonomi.

Augmentasi

Definisi Augmentasi adalah melepaskan dalam jumlah besar musuh alami yang telah diproduksi massal dengan tujuan untuk meningkatkan populasi musuh alami di habitat pelepasan atau membanjiri (inundasi) populasi hama dengan musuh alami

Konservasi

Kemungkinan kebanyakan praktek yang dilakukan dalam biocontrol adalah dengan menerapkan konservasi musuh alami. Tujuan dari program konservasi ini adalah untuk menjaga dan mempertahankan populasi predator dan parasitoid yang ada di lapangan.

Source : Bab IX : Natural Enemies of Insect. Larry P. Pedigo. Entomology and Pest Management
mzt14n

1 komentar: