pranoto mongso

Kamis, 05 Agustus 2010

Kegalauan Penyuluh Menghadapi Masa Depan yang Otentik




Kegalauan Penyuluh Menghadapi Masa Depan yang Otentik

Oleh: Mulyono Machmur - Ketua Umum DPP PERHIPTANI
Setelah empat tahun lahirnya UU No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Peyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, timbul segudang tanda tanya, kapankah cita-cita luhur yang tersirat dan tersurat di UU tersebut dapat diwujudkan di Republik tercinta ini?

Di tahun 2005 ada secercah harapan besar ketika mulai digulirkannya niat tulus dari para penggagas lahirnya UU tersebut baik di kalangan eksekutif, legislatif; para pakar dan praktisi penyuluhan dengan bahu-membahu mendorong dan menfasilitasi "sang jabang bayi" UU sistem penyuluhan lahir.

Tidak lebih dari satu tahun terjadilah peristiwa sejarah penyuluhan yang belum pernah terjadi bahkan terbayangpun tidak "para politisi di Senayan" melakukan sidang pleno membahas RUU penyuluhan. Gegap gempita para penyuluh dan petani menyongsong lahirnya "sang jabang bayi" UU Penyuluhan yang distempel Nomor 16 Tahun 2006.

Kenapa para penyuluh dan petani begitu antusias menyongsong lahirnya UU tersebut? Bagi para penyuluh UU tersebut menjanjikan secercah harapan baru adanya kepastian masa depan, kehidupan mereka tidak akan terombang-ambing oleh kebijakan yang selalu berubah-ubah. Bagi petani Indonesia sangat "tersanjung" yang semula sebagai obyek pembangunan akan dijadikan sebagai subyek pembangunan. Petani merasa "di uwongke", jati diri petani terangkat, itulah hakekat kebutuhan yang paling mendasar yang dirasakan oleh petani Indonesia.

Sering terdengar celoteh dari petani mengutip isi Kitab Suci "bahwa ketika Nabi Adam dilahirkan di muka bumi", perintah Allah SWT yang pertama yaitu semua Malaikat harus sujud - dan Malaikatpun sujud kecuali iblis/setan yang akhirnya ditetapkan sebagai penghuni neraka. Secara harpiah ma'nanya yaitu apabila kita semua tidak meng-uwongke petani sama dengan makhluk Tuhan penghuni neraka jahanam.

Kembali ke pokok bahasan UU No. 16 di dalam prembulnya menyebutkan bahwa penyuluhan dilaksanakan dalam rangka mencerdaskan kehidupan petani, merupakan kewajiban pemerintah dan merupakan hak bagi para petani.

Di dalam implementasinya bahwa penyuluhan harus didasarkan atas kebutuhan petani, bukan mengikuti keinginan penyuluh pertanian. Penyuluhan harus mengarah pada terciptanya kemandirian petani; dan penyuluhan harus mengacu kepada perbaikan kualitas hidup atau kesejahteraan petani.
sumber : sinartani agustus

Tidak ada komentar:

Posting Komentar